Sukses

Indonesia Heboh Jilboobs, di Arab Gempar Presenter tak Berhijab

Jika di Indonesia sedang heboh Jilboobs, negara-negara lain masih urus isu-isu mendasar tentang pemakaian hijab.

Liputan6.com, Jakarta Apa yang bisa dilihat dari fenomena Jilboobs? Di balik jelasnya ekspos payudara dari pakaian berkerudung namun ketat itu, tersirat sebuah gambaran lain dari kondisi fesyen Indonesia dalam kaitannya dengan ruang praktik keagamaan di Indonesia. Hal ini pada ujungnya adalah perihal bagaimana kaitan antara negara dan hak warga negara dalam hubungannya dengan praktik keagamaan serta pernyataan fesyen.

Di kala masyarakat Indonesia tengah ramai dengan perbicangan fesyen yang canggih soal jilbab dan boobs (payudara), isu mengenai pakaian muslim di berbagai negara bersifat lebih basics atau primer. Dilansir dari International Business Times, Kamis (7/8/2014), kelompok pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tiongkok geram dengan kebijakan otoritas kota Karamay, Xinjiang, yang melarang pemakaian pakaian yang menunjukkan identitas Islam seperti hijab, niqab, burqa, pakaian berlogo bulan-bintang, dan bahkan janggut yang lebat di transportasi umum.

Berbagai peristiwa yang kerap diberi label terorisme, dimana aksi-aksi itu dilakukan oleh kelompok yang membawa nama Islam, menyumbang efek bagi kondisi perbusanaan masyarakat Muslim di berbagai negara. Di belahan dunia lain, isunya berbeda. Seperti dilansir dari The Gulf News, Kamis (7/8/2014), di Arab Saudi, kontroversi merebak mengenai kemunculan seorang pembawa berita wanita tak berkerudung di stasiun televisi berita milik pemerintah Arab Saudi, Al Ekhbariya.

Rambut indah wanita itu memang tergerai, tapi selebihnya adalah pakaian formal tertutup warna hitam. Bahkan terhadap pakaian yang dapat dikatakan sopan itu, Saleh Al Mughailif, juru bicara stasiun televisi itu mengatakan “Ia adalah seorang koresponden yang membaca berita dari sebuah studio di Inggris. Ia tak berada di studio yang ada di Arab Saudi dan kami tak mentoleransi segala perlawanan terhadap nilai yang kami pegang juga sistem di negara ini”. Mughailif berjanji agar hal serupa tak terjadi lagi.

Bukan hanya mata dunia internasional yang memperhatikan kondisi kehidupan wanita di Arab Saudi. Warga Arab Saudi sendiri pun terbagi dalam kelompok yang berpandangan tradisional dan kelompok yang berpikir bahwa wanita-wanita Arab Saudi perlu diberi hak yang lebih banyak, termasuk hak mengendari mobil sendiri. Keputusan Raja Abdullah bin Abdul Aziz pada tahun 2013 yang menunjuk 30 wanita untuk duduk di kursi badan penasihat negara, Majlis al-Shura, adalah satu hal besar yang memberi harapan besar bagi perjuangan hak wanita Arab Saudi.

 

Baca juga Putri Ameera Al Taweel, Perempuan Arab yang Tak Dituntut Berhijab

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini