Sukses

Pelakor, Istilah Seksis yang Tidak Pantas Masuk KBBI

Pelakor menjadi istilah yang hanya memandang perempuan sebagai objek seks semata.

Liputan6.com, Jakarta Pelakor yang merupakan akronim dari "Perebut Lelaki Orang" menjadi kata yang akrab terdengar belakangan ini. Munculnya kasus Bu Dendy menjadi puncak yang membuat kata ‘pelakor’ makin dikenal dan akrab di telinga orang Indonesia.

Ivan Lanin, ahli bahasa Indonesia kepada Liputan6.com, pernah mengatakan, dari sisi pembentukan bahasa, kata "pelakor" hampir sama proses pembentukannya dengan kata “curcol”, “baper”, atau “mager”. Namun, dilihat dari kacamata kebudayaan, kata “pelakor” mengandung konotasi yang negatif, yang cenderung merepresikan perempuan sebagai korban dari sistem patriarki yang dipelihara masyarakat.

Irsyad Ridho, dosen Cultural Studies yang juga pengkaji budaya dari Universitas Negeri Jakarta, saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (1/3/2018) mengatakan, sekarang kebanyakan orang memandang dan menganalisis cinta segitiga itu dengan sudut pandang seks semata.

“Itu yang jadi masalah sebenarnya. Istilah ‘pelakor’ itu lahir sudut pandang sempit kayak gitu. Terus muncul lagi orang yang kemudian menyarankan agar ada juga dong istilah untuk pihak laki-laki, maka muncul istilah lagi ‘pebinor’. Ini kan juga lahir dari sudut pandang yang sempit,” ungkap Irsyad.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tidak Pantas Dipopulerkan

Irsyad juga mengatakan, istilah semacam “pelakor” atau “pebinor” tidak pantas dipopulerkan, apalagi diserap ke dalam bahasa Indonesia resmi, karena kata-kata semacam itu sangat seksis.

“Seksis itu artinya melihat perempuan hanya sebagai objek seks semata, bukan manusia yang punya kerumitan perasaan dan pengalaman,” ungkap Irsyad menambahkan.

 

3 dari 3 halaman

Seksisme dalam Kebudayaan Kita

Bukan hanya dalam istilah berbahasa, seksisme dalam kebudayaan Indonesia juga muncul dalam banyak hal, yang paling sering terjadi bisa dilihat dalam iklan televisi. Dalam tayangan salah satu iklan tergambar seorang perempuan menonjolkan anggota tubuhnya yang dianggap menarik.

Gambaran tersebut hampir tak pernah berubah, yang menjadikan perempuan hanya sebagai objek seksual belaka. Perempuan dianggap sebagai sang penggoda, keseksian perempuan menjadi sesuatu yang tidak mungkin dilepaskan dari media iklan ketika dia menjadi bagian dari industri.

 

Simak juga video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.