Sukses

Taman Sari, Bangunan Heritage Perpaduan Eropa, China, dan Jawa

Jika berkunjung ke Yogyakarta, sempatkan untuk mampir ke Taman Sari untuk mengagumi kekayaan budaya yang tecermin pada bangunannya.

Liputan6.com, Jakarta
Taman Sari Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat memiliki bangunan arsitektur yang kokoh. Gaya arsitekturnya memiliki nuansa Eropa, China, ditambah unsur filosofi Jawa, Buddha dan Hindu yang kental. Budiyono, pemandu Taman Sari (55), menyebutkan bangunan ini dirancang oleh Sultan HB I, sehingga pembangunannya kental dengan filosofi yang tinggi. 
 
"Kalau yang bangun itu Tumenggung Mangun Dipura orang Madiun. Madiun kan masuk Mataram. Orang Madiun ini membangun lima tahun dilanjutkan Pangeran Notokusumo Pakualaman. Konsepnya meniru gaya Eropa," ujar Budiyono kepada Liputan6.com beberapa waktu lalu. 
 
Budiyono meluruskan jika yang membangun Taman Sari bukanlah Demang Tegis yang orang Portugis. Sebab, saat itu ada orang yang terdampar di pantai selatan yang ternyata dari Portugis. Namun, yang membangun adalah Tumenggung Mangun Dipuro.
 
"Kalau Demang Tegis itu tambah-tambahan saja, yang bangun itu orang Madiun itu niru gaya Eropa," ujarnya.
 
Bangunan dengan arsitektur gaya Eropa sangat terlihat dari bangunan yang tebal dari dinding bangunan dan tingginya bangunan. Tebalnya dinding ini juga menjadi penanda fungsi Taman Sari sebagai benteng kraton Ngayogyokarto Hadiningrat waktu itu. 
 
"Ini benteng pertahanan, HB III dia lari ke lorong itu. Makanya bangunannya lebih tebal dari keraton ada 1 setengah dan ada dua meter tebalnya," katanya.
 
Dirinya menambahkan, bangunan Taman Sari senditi dibangun tanpa semen, melainkan menggunakan bligon, yaitu batu bata dihaluskan juga pasir gamping atau kapur. Hal inilah yang menjadi ruangan di bangunan Taman Sari dingin.
 
"Ya karena menyerap air. Pintu pendek, tapi plafon tinggi jadi udara tersimpan. Bangunan sekarang kan bangunan modern beda, padahal dulu enggak pakai AC," katanya.
 
 
 
 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bangunan Penuh Makna

 
Pintu depan Taman Sari atau kebun istana Keraton Yogyakarta saat ini dahulunya adalah pintu belakang. Pintu masuk saat ini ada gapura yang ketika masuk terhitung pendek, sehingga orang yang masuk harus menunduk.
 
"Tandanya menghormat itu dari tradisi Mataram masuknya agak mebungkuk gitu. Istilahnya raja aja menghormat ke abdi dalem atau rakyatnya. Pemimpin zaman dulu gitu," katanya. 
 
Gapura masuk Taman Sari saat ini ada bentuk naga. Menurut dia, simbol pengaruh dari China. Sementara masuk lagi ada empat ruangan untuk abdi dalem yang di dindingnya ada ukiran sengkolo atau sengkalan (waktu) mulainya pembangunan Taman Sari.
 
"Catur Nogo Roso Tunggal (4861) dibalik jadi 1684, ini tahun Jawa. Proses pembangunan Taman Sari," ujarnya.
 
Dalam ukiran di dinding itu juga ada sulur-sulur atau gambar tumbuhan merambat yang berarti penanggalan tahun masa selesainya. Diketahui, pembangunan Taman Sari membutuhkan waktu selama tujuh tahun.
 
"Ada Lajering (tangkai digambarkan satu) Sekar (bunga digambarkan angka 6) Sinesep (angka 9) Peksi (burung itu digambarkan angka 1)  1691 selesai pembangunan Taman Sari, ini dari Jawa," katanya. 
 
Memasuki ruangan selanjutnya atau gedung sekawan yang diisi abdi dalem yang memainkan alat musik gamelan. Di sinilah Sultan akan melihat para penari dari atas gapura masuk diiringi musik.
 
"Ada empat gedung empat atau sekawan untuk gamelan, belum ada speaker atau sound. Dulu satu gedung diisi alat musik yang masing-masing gedung beda alatnya, tapi saling bersahutan jadi stereo nanti," ujarnya.
 
Setelah memasuki gedung sekawan di selatan, ada pintu di atasnya ada Kala. Kala ini yang dimaknai sebagai penolak bala, sehingga ilmu hitam tidak dapat masuk saat Sultan sedang mandi.
 
"Kala itu lima sebagai tolak bala ini dari Hindu, baru gapura yang masuk itu Buddha. Kala ini dipasang di pintu," ujarnya.
3 dari 3 halaman

Sarat Filosofi

 
Saat memasuki kolam pemandian raja ada tiga kolam. Kolam pertama untuk anak-anak, kedua untuk selir, serta ketiga untuk raja dan selir terpilih. Sudut kolam ini ada bangunan berbentuk bunga teratai di dalamnya.  
 
"Bunga teratai dari agama Buddha, kalau Jawa itu berati pinayungan. Kalau capek bisa istirahat di sini. Jadi di bawah bunga teratai itu keluar airnya. Airnya tidak pernah kering dulu kan ada lima mata air. Cara pembuatan kolam itu kayak bikin sumur," ujarnya.
 
Selain bangunan Taman Sari dipengaruhi unsur agama Hindu, Buddha, Islam, juga dipengaruhi agama Kristen. Seperti bentuk bangunan yang mirip dengan bentuk gereja. 
 
"Kristen itu minoritas, tapi ada bangunan yang mirip gereja. Jadi Sultan itu tidak membeda-bedakan agama, abdi dalem silakan memilih agamanya," katanya.
 
Selain pemandian ada bangunan Lopak Lopak yang berada di pintu keluar, atau dulu pintu masuknya Taman Sari. Bangunan berbentuk segidelapan ini sudah tidak terlihat. Namun, sisa bangunan terlihat dari batu bata yang tertata.  
 
"Kenapa delapan? Sebab, yang mau mencapai kesempurnaan harus melalui delapan tahap. Prambanan kan ada delapan candi pokok. Kalau gapuranya ada trap itu bunga teratai ada sembilan itu dari Buddha, candi Borobudur itu ada sembilan kasta untuk mencapai tertinggi. Kalau lima itu dari Islam," katanya.
 
Menariknya lagi, adalah saat masuk area masjid bawah tanah atau Sumur Gumuling yang turun ke bawah menuruni tangga. Kemudian kala memasuki lorong-lorong dengan bagian atas ada ventilasi, sehingga cahaya masuk menjadi penerangan lorong tersebut. 
 
"Dingin di lorong ini karena dulu itu atasnya air kan danau. Nah, di sini dingin karena sekarang atasnya rumah warga," katanya.
 
Memasuki masjid bawah tanah berbentuk bulat membuat bangunan ini terlihat unik. Sebab, ada satu mihrab untuk imam di masing-masing lantai, sehingga makmun memutar di belakang imam.    
 
"Dulu belum ada speaker dan dibikin menggema. Coba tepuk kan gema suaranya, kalau di Arab kayak orang tawaf, Hindu itu linkarinas, pintu ini ada delapan budaya dari Hindu. Anak tangga itu sembilan, itu Buddha tangganya ada lima dari Islam rukun islam," katanya. 
 
Menurut dia, Sultan HB 1 sangat tinggi filosofi hidupnya. Sehingga semuanya diatur mulai dari arsitekturnya hingga makna dalam arsitekturnya. Bahkan, bangunan dulu ini dinilai tidak kalah dengan ketahanan bangunan saat ini. (Yanuar H)  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini