Sukses

Ironis, Profesi Pembuat Cokelat di Indonesia Masih Minim

Meski menjadi penghasil biji kakao terbesar ketiga di dunia, nyatanya profesi pembuat cokelat di Indonesia masih minim. Apa sebabnya?

Liputan6.com, Yogyakarta Meski cokelat sudah ada sejak berabad-abad lalu, nyatanya di Indonesia profesi chocolatier dan chocolate maker masih sangat jarang ditemukan. Hal tersebut setidaknya diungkapkan Meika Hazim, pendiri Cokelat nDalem, salah satu brand cokelat oleh-oleh yang mulai hits di kalangan wisatawan dan masyarakat Yogyakarta.

Menurut Meika, masih sedikitnya orang yang berprofesi sebagai tukang kreasi cokelat dan pembuat cokelat di Indonesia disebabkan profesi ini menuntut pengetahuan yang luas, dan tidak mudah. 

"Cokelat maker atau chocolatier di Indonesia itu baru beberapa saja, yang berwujud perusahaan cokelat ya itu cuma beberapa. Chocolatier misalnya, di Jogja ada Pak Tery, di Jakarta Louis Tanuhadi dari Tulip itu perusahaannya," ujar Meika, Selasa (26/12/2017).

Hal yang sama juga terjadi pada profesi chocolate maker. Menurut Meika, hanya beberapa saja yang masuk dalam kategori ini. Setidaknya ada beberapa perusahaan yang punya sendiri profesi chocolate maker.

Menurutnya yang membedakan seorang chocolatier dan chocolate maker adalah dari proses pembuatan cokelat. Chocolatier itu membuat produk cokelat dari setengah jadi dan berkreasi dengan seninya. Sementara seorang chocolate maker itu membuat cokelat sejak masih dalam keadaan biji.

"Itu istilah dari Belgia, jadi orang yang buat cokelat dari biji sampai jadi itu gak mau dibilang chocolatier, mereka maunya chocolate maker, istilah mereka aja sih. Chocolate maker dari Indoensia sendiri hanya ada dua, Jogja sama Jakarta," ungkap Meika.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penghasil Kakao Terbesar Ketiga Dunia

Meika juga mengatakan, meski Indonesia merupakan negara penghasil kakao terbesar ketiga di dunia, namun profesi chocolatier dan chocolate maker masih sangat jarang ditemukan. Padahal jika dibandingkan dengan profesi lainnya di bidang kuliner, chocolatier dan chocolate maker merupakan profesi menggiurkan dan bisa bersaing.

"Cokelat itu eksotis sebenarnya, banyak orang luar mau bikin perusahaan cokelat di sini, tapi kita masih santai. Mereka datang mencari cokelat ke sini," ujarnya.

Ada perbedaan dalam memperlakukan cokelat antara masyarakat Indonesia dan Eropa. Di negara-negara Eropa, pengolahan cokelat menjadi kuliner yang lezat selalu didukung oleh pemerintah dan kalangan akademisi. Bahkan di Eropa ada pasarnya sendiri, dilindungi oleh Undang-Undang, dan industri cokelat dikelola dengan sangat profesional.

 

3 dari 3 halaman

Menanti Peran Pemerintah

Meika mengakui, peran pemerintah menjadi sangat penting dalam mengembangkan industri cokelat tanah air. Di Yogyakarta sendiri, pemerintah Gunungkidul mulai intens dalam mendukung budidaya kakao.

"Sleman, Gunungkidul, dan Kulonprogo. Gunungkidul sudah rumayan serius pemerintahnya sudah konsern buat budidaya baik buat petani," kata Meika.

Meski demikian dirinya menyayangkan pemerintah yang terkesan lambat dalam mengembangkan industri cokelat. Padahal cokelat asli Indonesia pernah diuji dan dibuat di Belgia yang menghasilkan rasa sangat enak. Belgia pun akhirnya mulai melirik biji cokelat dari Indonesia.

"Mas Yuda ke Belgia bawa biji dari Gunungkidul, biji 5 kilogram semua biji dikumpulin, kita mewakili Asia. Biji diolah di Belanda dan hasilnya enak banget. Saat itu orang baru ngeh cokelat Indonesia itu enak," ujarnya.

Meika sendiri mengharapkan pemerintah memberikan perhatian lebih kepada industri cokelat tanah air, mengingat biji kakao asal Indonesia punya kualitas bagus untuk dikembangkan, yang menjadi modal awal Indonesia untuk bisa bersaing dalam industri cokelat global.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.