Sukses

Mahakarya Rancangan 5 Desainer Jadi Pamungkas di JFW 2018

5 desainer yang terpilih sebagai penutup Jakarta Fashion Week 2018 memuaskan penonton, seperti apa?

Liputan6.com, Jakarta Jakarta Fashion Week 2018 kembali ditutup oleh pagelaran Dewi Fashion Knights untuk kesembilan kalinya. Mengambil tema Modernism yang dianggap sesuai dengan situasi Indonesia saat ini yang mengalami banyak perubahan.

Tahun ini, DFK menghadirkan lima orang desainer yang dianggap berprestasi dan sanggup menafsirkan tema Modernism tersebut di panggung Jakarta Fashion Week 2018. Mereka adalah Toton, Peggy Hartanto, Major Minor, Rani Hatta, dan Hian Tjen.

Toton menganggap modernisme berkaitan dengan upaya mendobrak tradisi dan memperjuangkan kebebasan mengekspresikan diri, seperti kemunculan subkultur punk di akhir tahun 1970-an. Melalui labelnya, Toton berusaha mengekspresikan rasa melalui medium bunga.

Inilah mengapa bunga menjadi aksen dalam setiap rancangan ready to wear yang dibuatnya di panggung Jakarta Fashion Week 2018. Mulai dari pemilihan teknik, ragam hias, dan bentuk rancangan, Toton terinspirasi dari budaya Indonesia, yang pada akhirnya menjadi satu koleksi yang kontemporer dan relevan di panggung Jakarta Fashion Week 2018.

 

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Peggy Hartanto

Selanjutnya ada Peggy Hartanto yang mengeluarkan koleksi bertajuk Mutant II. Peggy terinspirasi dari ledakan Fukushima yang berdampak bagi kesehatan manusia dan hewan, hingga dirinya mendapati seekor kupu-kupu yang tidak lagi bisa tumbuh secara proporsional.

Siluet kupu-kupu tersebut yang pada akhirnya menjadi inspirasi dalam koleksinya kali ini. Peggy memilih mengeksplorasi material wol asal Jepang untuk koleksinya di panggung Jakarta Fashion Week 2018 ini.

3 dari 5 halaman

Major Minor

Major Minor memasuki tahun keduanya mengikuti DFK. Modernisme langsung mereka tujukan pada Pablo Picasso dan Henru Matisse, dua maestro lukis penanda era modernisme lewat garis desain dalam kanvas.Dalam koleksinya kali ini, Major Minor memperlihatkan sebuah paradoks yang tertuang dalam warna hitam dan putih. Sebuah koleksi yang berharap selalu bisa dipakai dan diterima oleh sebagian kalangan di berbagai negara dan kota.

4 dari 5 halaman

Rani Hatta

Kemudian Rani Hatta yang mengambil tema genderless fashion. Mengapa? Menurut Rani Hatta, desain pakaian berpotongan maskulin lebih bisa diterima untuk kaum pria maupun wanita.

Dalam koleksinya kali ini, Rani Hatta sangat mengedepankan kepraktisan, namun tetap berpegang pada tradisi masyarakat Indonesia yang sopan. Koleksi Rani Hatta yang dipamerkan di panggung Jakarta Fashion Week 2018 didominasi warna hitam, putih, abu-abu dengan sentuhan metalik.

5 dari 5 halaman

Hian Tjen

Terakhir adalah Hian Tjen yang mewujudkan modernisme menjadi sesuatu yang simetris. Di panggung Jakarta Fashion Week 2018, Hian Tjen mengedepankan gaya wanita tahun 1960-an.

Palet warna hitam, emas, putih, dan hijau menjadi pilihannya. Embellishment 3D dengan desain futuristik terlihat mewah dan out of the box. Namun, idealisme sebagai seorang desainer tetap bisa diterima karena siapa saja berebutan ingin memakainya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.