Sukses

Slank Akan Hebohkan Crossborder Indonesia-Timor Leste di Atambua

Silahkan ke Atambua! Slank Bakal Hebohkan Crossborder Indonesia-Timor Leste

Liputan6.com, Atambua Sebentar lagi area perbatasan Indonesia dengan negara tetangga Timor Leste akan ramai. Pasalnya, band ternama Tanah Air, Slank, akan mengebohkan Atambua, Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), di Lapangan Umum Simpang Lima Atambua, pada Jumat (22/9/2017).

Kepala Dinas Pariwisata Belu, Johanes Andes Prihatin, mengucapkan terima kasih banyak kepada Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang sukses mendatangkan band papan atas Tanah Air ke tanah Atambua. Kata dia, ini dipastikan akan meningkatkan partiwisata Belu atau Atambua di mata Timor Leste.

”Saya yakin akan banyak yang menyeberang ke Atambua, karena Slank bukan hanya dicintai oleh masyarakat Atambua, namun juga disukai oleh masyarakat Timor Leste. Ini saya pastikan semua ini berkat Kemenpar, karena tidak ada daya dan upaya kami bisa membawa Slank ke tanah Atambua,” ujar Johanes.

Rencananya, band yang digawangi oleh Kaka dan Bimbim itu akan tampil pada pukul 18.00 WIT. Johanes pun mempersilakan saudara tetangga Timor Leste untuk hadir dan menyaksikan pertunjukan spektakuler yang didukung lighting dan sound system mumpuni itu.

”Silahkan menyeberang, tempat Anda untuk menyaksikan konser ini sudah kami sediakan dengan baik, pintu perbatasan kami buka dengan lapang, dan perbatasan akan buka dengan pintu yang lebih banyak. Kami jamin aman, dan silakan datang saudaraku membawa keluarga, karena Atambua sangat indah untuk disambangi,” ucap dia.

Lebih lanjut, Johanes mengatakan, setelah mendapatkan kepastian tanggal dari pihak manajemen Slank dan Kemenpar, maka pihaknya langsung berkoordinasi dengan seluruh elemen terkait di Atambua, seperti unsur keamanan dan stakeholder pimpinan di Belu.

”Bahkan, kami dan Kemenpar telah mengirim tim promosi ke negara tetangga, agar acara ini berjalan sukses dan lancar, tentunya berdampak besar bagi pariwisata Indonesia,” kata dia.

Sebelumnya, Atambua juga mendatangkan Cokelat dan Jamrud pada tanggal 28 Agustus lalu. Pertunjukan yang dihadiri ribuan penonton itu tidak hanya berasal dari wisatawan lokal, tetapi juga masyarakat Timor Leste yang menyeberang melalui pintu perbatasan. Atambua memang berbatasan langsung dengan Timor Leste.

Saat itu, Jackline Rossy, vokalis Cokelat, mengaku tidak menyangka dengan respons yang besar dari masyarakat, termasuk kehadiran wisatawan dari Timor Leste.

“Apalagi aku ada darah NTT. Dari dulu pengen banget bisa main di Atambua, dan akhirnya sekarang bisa terwujud,” ujar Jackline, usai konser.

Dirinya mengatakan, musik adalah bahasa universal yang dapat dengan mudah diterima banyak orang. Musik punya magnet yang luar biasa. Contohnya, di Festival Cross Border Atambua 2017, di mana seluruh lapisan masyarakat berkumpul dan menikmati sajian yang disuguhkan. Dia pun sepakat jika musik merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dengan pariwisata.

Musik bisa menjadi satu instrumen yang dapat menarik wisatawan untuk datang ke satu daerah. Lebih lanjut, Edwin Marshal, pemain gitar Cokelat, mengatakan bahwa negara lain seperti Singapura telah menjadikan konser musik sebagai salah satu usaha dalam menarik wisatawan.

“Karena musik memang punya magnet seperti itu. Kami sangat senang saat ini pemerintah turun langsung membuat event ini, karena memang musik bukan hanya hiburan tapi sebagai media yang dapat menarik kehadiran wisatawan,” ucap Edwin.

Menteri Pariwisata, Arief Yahya, juga sepakat dan telah berulang kali mengatakan bahwa musik adalah bahasa universal.

“Untuk menciptakan crowd memang perlu bahasa universal dan musik adalah salah satu jawabannya,” kata Arief.

Karena itu, imbuhnya, Kementerian yang dipimpinnya juga kerap hadir dan memberi dukungan dalam berbagai penyelenggaraan konser musik.  Terkait dengan penyelenggaraan acara di crosborder area, dikatakan Arief, merupakan salah satu cara yang efektif dalam menarik kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).

Di banyak negara, crossborder menjadi cara yang ampuh dalam meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara. Contohnya, Perancis, Spanyol, dan banyak negara Eropa yang  menempuh cara ini.

Penyelenggaraan festival di daerah crossborder, juga akan memberikan dampak terhadap daerah tersebut. Dengan kehadiran lebih dari 25 ribu orang di setiap penyelenggaraan festival, ujar Arief, tentu akan banyak memberi dampak ke masyarakat. Pelaku bisnis akan tertarik menanamkan modalnya ke usaha pariwisata di daerah perbatasan.

“Bagi pelaku bisnis, ini menarik. Mereka pasti sudah mulai berhitung untuk membangun amenitas seperti hotel, resort atau akomodasi, lalu membuat atraksi seperti theme park, seni pertunjukan, dan lainnya. Tujuannya agar orang lebih lama tinggal,” ucap dia.

Arief juga memprediksi, akan ada lebih banyak akses yang dibangun menuju ke perbatasan, termasuk bisnis transportasi dan pengiriman kargo yang ada di dalamnya.

“Perbatasan tidak lagi sepi, tidak lagi dianggap sebagai daerah pinggiran. Tetapi, justru menjadi wilayah terdepan di Tanah Air,” kata dia.

Karena itu, imbuh Arief, menggerakkan perekonomian masyarakat di perbatasan dengan Crossborder Festival akan semakin konkret.

"Apalagi ada pengusaha lokal dari daerah sana yang bergerak, itu akan sangat kuat multiplying effect-nya. Di Pariwisata itu setiap investasi yang ditanamkan, akan berdampak 170 persen buat masyarakat di sekitar itu,” ujarnya.


(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini