Sukses

Gombengsari Farm Festival Angkat Banyuwangi

Belum genap seminggu menggelar event Ijen Green Run 2017, Banyuwangi sukses menggelar festival dengan tajuk Gombengsari Farm

Liputan6.com, Jakarta Tidak salah predikat "Raja Festival" disematkan ke Kabupaten Banyuwangi. Mendesain festival seperti apapun selalu meriah dan menjadi bahan perbincangan netizen. Belum genap seminggu menggelar event Ijen Green Run 2017, Banyuwangi sukses menggelar festival yang mengangkat potensi lokalnya dengan tajuk Gombengsari Farm Festival (GFF) yang berlangsung pada Rabu (26/7/2017).

Sukses itu diapresiasi Menpar Arief Yahya, bahwa Banyuwangi konsisten dan janji waktunya tidak meleset. "Ini yang akan membuat kepercayaan publik, pelaku bisnis, dan investor di Banyuwangi terus meningkat," kata Arief Yahya.

Suasana Desa Gombengsari di Kecamatan Kalipuro begitu meriah saat festival berlangsung. Meski berlangsung siang hari dan dihadiri ribuan orang, tetap terasa sejuknya. Maklum saja, desa ini berada di kaki Gunung Ijen. Gombengsari memiliki potensi yang luar biasa, ditambah dengan hawanya yang sejuk, sangat pas untuk dijadikan destinasi wisata unggulan daerah. Desa ini, cocok dikembangkan ekowisata.

“Gomebengsari memiliki beragam potensi desa, yang dipamerkan ke khalayak luas yang terbagi dalam berbagai zona. Ada zona kopi, zona kambing, dan zona produk olahan hewan ternak, Even GFF ini salah satu upaya pemda untuk mempromosikan potensi Gombengsari yang memang potensinya beragam, Desa ini juga potensial dikembangkan sport tourism. Tidak perlu kita ubah, alamnya tetap kita jaga seperti ini,” kata Anas saat membuka festival GFF di Sumbermanis, Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro Rabu, (26/7).

Dalam festival itu, pengunjung bisa melihat proses pengolahan biji kopi. Mulai pengupasan kopi, pengeringan, penyangraian hingga penggilingan. Seduhan kopi beraroma nikmat juga bisa dinikmati secara gratis oleh pengunjung disini.

Di zona kambing, terdapat ratusan kambing mulai jenis etawa, peranakan etawa dan jenis lainnya. Kambing-kambing itu tidak hanya dipamerkan, namun juga dijual. Harganya beragam, ada yang mulai Rp 2,5 juta hingga
Rp 30 juta untuk kambing jenis etawa. Dalam acara tersebut juga ikut pembakaran 7.500 tusuk sate kambing. "Ayo dinikmati. Satenya enak, gurih, dagingnya manis," kata ajak Anas sambil menyantap sate kambing.

Desa yang memiliki luas ahan perkebunan 10 hektare itu penuh sesak dengan pengunjung yang didominasi pelajar dan ibu-ibu. Selain itu, Desa Gombengsari juga memproduksi susu kambing etawa yang dipasarkan hingga luar Banyuwangi dengan kuantitas produksi 4000 liter per bulan.

Menteri Pariwisata mengapresiasi gelaran GFF kali ini, yang mengangkatnpotensi alam yang ada di Desa Gombengsari harus tetap dijaga dan dilestarikan. Arief yang juga asal Banyuwangi itu menyebut, festival seperti ini akan mensejahterakan masyarakat setempat. Itu sudah terbukti, dengan prinsip semakin dilestarikan semakin mensejahterakan.

Arief Yahya juga mengapresiasi Kabupaten Banyuwangi yang sangat konsisten menggelar festival sepanjang tahunnya. Sejak 2012, Banyuwangi rutin menggelar festival yang telah terjadwal sejak awal tahun.

Penyelenggaraannya pun dinilai terus mengalami peningkatan secara kuantitas dan kualitas. Tahun 2017 ini, kata Arief, Banyuwangi menggelar 72 kegiatan dalam rangkaian Banyuwangi Festival. "Apapun mata acaranya, jika ada CEO Commitment, akan sukses berjalan lancar," kata Arief Yahya.

“Atraksi wisata seperti Festival, ada dua hal yang didapat, yakni nilai budaya dan nilai bisnis. Untuk nilai budaya berkaitan dengan tingkat kebahagiaan, sedangkan nilai komersial merupakan keuntungan secara ekonomi bagi rakyat Banyuwangi,” ucap Menteri Pariwisata Arief Yahya.

 

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini