Sukses

Ramah Pantai, Karakter Homestay Desa Wisata di Labuan Bajo

Simak inspirasi dari cerita sang jawara 'Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016' terutama destinasi Labuan Bajo, NTT.

Liputan6.com, Jakarta Membangun rumah di tepian pantai tidak sama dengan membuat rumah di persawahan atau perbukitan. Jika Anda salah satu orang yang terobsesi membangun homestay desa wisata di pantai, ada baiknya simak inspirasi dari cerita sang jawara 'Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016' ini. Khususnya, destinasi Labuan Bajo, NTT, Rizki Bhaskara yang mendesain dengan asumsi rumah di tepian pantai.

Di sayembara itu oleh Menteri Pariwisata Arief Yahya dinaikkan hadiah totalnya menjadi Rp 1 M untuk 10 Bali Baru, dan terbagi dalam Juara I, II, III. Karakter pantai itu, berangin, berair yang mengandung garam, bahkan anginnya pun sudah mengandung garam. Trik apa yang bisa dilakukan agar orang yang tinggal di dalam homestay bisa menikmati suasana laut yang menawan dan merasakan angin yang menyehatkan?

Rizki punya jawabannya. Itulah yang dia dituangkan dalam karya desain yang akhirnya memenangkan Sayembara Desain Arsitektur Nusantara 2016 yang digelar Kemenpar, belum lama.

”Desain homestay desa wisatanya harus bertipe rumah panggung. Rumah yang tidak menempel di tanah atau di air laut, tetapi tetap ramah pantai,” kata Rizki, Minggu (13/11).

Selain bisa menikmati pemandangan laut yang damai, juga bisa merasakan desiran angin yang sepoi-sepoi yang menjadi tembang nina bobo. Tipe rumah panggung itu, menurut Rizki, juga akan melindungi si penghuni dari air laut pasang. Karena pasang-surut itu adalah handicap tersendiri bagi para nelayan yang tinggal di pesisir.

Setting-an teras atau dek kayu juga bisa membuat wisatawan bisa berkumpul bersama sekaligus merasakan sensasi tepi pantai. Penempaatan ruang menginap wisatawan diset di lantai dua. Dari paparan Rizki, ini bisa memberi kesan wisatawan seperti menginap di loteng. Dan lantai atasnya tetap diberikan jendela untuk memaksimalkan pencahayaan dan penghawaan alami yang masuk ke dalam ruang menginap.

Lantai dua dengan konsep semi loteng ini juga dimaksudkan agar bangunan tidak terlalu tinggi. Di bawah difungsikan sebagian ruang-ruang yang sifatnya lebih publik sebagai ruang istirahat sementara bagi wisatawan yang hendak melanjutkan perjalanan.

“Jangan lupa tetap pertahankan prinsip dan ruh arsitektur lokal. Itu bisa disematkan di atap atau ornament di tampak muka. Untuk Labuan Bajo yang namanya sudah mendunia, ini sangat dibutuhkan agar destinasi wisatanya punya warna yang berbeda,” ujar Rizki.

Lokasi ideal versi Rizki? Pulau Papagaran, Labuan Bajo. Mengapa di pulau itu? Dari observasi yang sudah dilakukannya, kebanyakan wisatawan yang ke Labuan Bajo selalu mengagendakan untuk melihat Komodo. Hal yang sangat wajar mengingat Komodo hanya ada di Indonesia. Semua ingin menyaksikan kehidupan kadal raksasa yang bisa berenang di air tawar dan air laut itu.

“Pesona inilah yang akan menjadi destinasi itu beda dan tidak ada duanya di dunia. Artis Hollywood sekelas Gwyneth Paltrow saja ikut mengunggah cerita dan bermacam foto, mulai dari panorama hingga komodo selama liburannya di Pulau Komodo. Jadi sensasi melihat komodo tetap menjadi andalan,” kata Rizki.

Namanya juga ideal, jadi kalau ingin mendapatkan keunikan paling kuat, ya di sana. Tetapi, mau dibuat di semua tempat di Labuan Bajo, oke-oke saja. Kebetulan, lokasi Pulau Papagaran tidak jauh dari Taman Nasional Komodo. Jadi bila homestay-nya dibangun di sana, wisatawan bisa dengan mudah menyaksikan keunikan langka itu. Tetapi, kalau semua di sana, juga tidak membuat kawasan Labuan Bajo hidup dan berkembang bersama.

Material yang digunakan? Diambil dari material lokal. “Material utamanya kayu dan bambu. Itu saya pilih karena sudah familiar bagi masyarakat sekitar serta sesuai dengan kondisi alam Labuan Bajo. Ini juga akan meminimalisir jejak karbon,” kata Rizki.

Untuk urusan dinding, Rizki memilih anyaman bambu. Selain banyak tumbuh di sekitar Labuan Bajo, bambu dipilih karena ringan. Daya tahannya pun bisa puluhan tahun. “Jadi bisa mempermudah transportasinya jika disuplai dari luar Pulau Papagaran. Ini juga bisa memaksimalkan penghawaan alami yang masuk ke dalam bangunan,” ujar Rizki.

Partisi ruangannya? Diset tidak membosankan. Ruang rumah utamanya sendiri untuk lantai pertama dibagi menjadi ruang publik dan kamar pemilik yang dipisahkan tangga. Dan jangan takut kehilangan privasi. Ada pintu sendiri yang membatasi ruang publik dan pemilik homestay.

“Konsepnya rumah tumbuh dimana nantinya jumlah kamarnya dapat bertambah. Dengan dana terbatas, warga sekitar juga bisa ikut membangun,” kata dia.

Untuk kamar mandi, Rizki memilih untuk menempatkan di luar bangunan. Ini juga dimaksudkan agar dapat mengoptimalkan fungsi-fungsi utama di dalam rumah utama.

“Rumah wisata nusantara ini nantinya juga dapat menjadi alternatif mata pencaharian penduduk sekitar selain menjadi nelayan. Ini juga bisa menjadi penginapan alternatif selain di kabin kapal-kapal yang selama ini umum menjadi pilihan wisatawan yang datang,” ujar Rizki.

 

 

(Adv)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.