Sukses

Keheningan yang Bijak, Inti Pertunjukan "Tomorrow, As Purposed"

"Manusia itu terbiasa dengan keramaian, untuk itu saya ingin menekankan bahwa tubuh ini bisa berbicara" ujar Melati Suryodarmo

Liputan6.com, Jakarta Indonesian Dance Festival 2016 mengangkat sebuah tema yang menarik, yaitu tubuh sonik. Dimana tubuh manusia berpadu dengan suara di sekitarnya untuk menghasilkan sebuah bentuk seni yang baru. Tema ini juga diangkat oleh Melati Suryodarmo dalam pertunjukan tari kontemporer “Tomorrow, As Purposed” yang ditampilkan di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki pada Selasa, 1 November 2016.

Melati menceritakan bahwa biasanya musik digunakan untuk pengiring tari, tapi yang diangkat dalam pertunjukan ini adalah ruang suara, tanpa membuat satu lagu tertentu tapi mengandalkan soundscape yang ada menjadi bagian dari pertunjukan. Untuk itu musik hanya ditampilkan dalam satu bagian saja dalam pertunjukan ini, yang diaransemen oleh Naoki Iwata dan iringan paduan suara Voca Erudita dari Universitas Negeri Sebelas Maret.

“Manusia itu terbiasa dengan keramaian, untuk itu saya ingin menekankan bahwa tubuh ini bisa berbicara. Tubuh-tubuh yang berjalan yang dianggap biasa juga menyuarakan sesuatu bagi lingkungan sekitarnya” Ungkap Melati.

Untuk mempersiapkan pertunjukan ini, Melati Suryodarmo telah melakukan riset dari bulan Januari 2016. Salah satunya adalah mempelajari Tari Pakarena, tari tradisional dari Sulawesi Selatan, dari Daeng Serang Dakko, seorang maestro gendang, untuk mempelajari ketubuhan manusia. Dalam Pakarena, ada hubungan manusia dengan buminya yang sangat agraris. Manusia ini menyerap energi tanah, sehingga dalam pertunjukan tari Pakarena, kaki penari tetap menapak ke bumi. Semakin kencang gendang yang ditabuh, penari Pakarena akan semakin pelan, dan artinya dalam tubuh itu hening.

Melati berpendapat bahwa, di dalam tubuh Pakarena itu sebenarnya hening, bukan genit seperti mitos yang beredar saat ini. Pakarena diaplikasikan pada bagian pertama pertunjukan “Tomorrow, As Purposed” dengan tarian yang pelan, hening, dan indah. ”Saya menghadirkan keheningan mengendap, dalam artian keheningan yang bijak. Manusia yang berjalan bersama hidup, tidak menolak hidup dan keramaian, namun ia tetap ada dalam hening” Tutup Melati.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.