Sukses

Inilah Alasan Mengapa Pembohong Akan Selalu Berbohong

Ternyata pepatah "sekali pembohong, tetap pembohong" dapat dibuktikan dalam sebuah penelitian.

Liputan6.com, Jakarta Sekali pembohong, tetap pembohong, itulah kata pepatah. Ternyata ada beberapa kebenaran ilmiah yang membenarkan pepatah itu, peneliti telah melacak bagaimana otak akan membuat berbohong menjadi lebih mudah sebagai suatu kebiasaan, memberikan beberapa bukti biologis mengapa kebohongan kecil sering menjadi cikal bakal dari kebohongan-kebohongan selanjutnya yang lebih besar.

Dilansir dari Time, pada Kamis (27/10/2016), dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Nature Neuroscience, Tali sharot dari departemen psikologi eksperimental di University College London dan rekan-rekannya menyusun sebuah studi untuk menguji kecenderungan tidak jujur dari seseorang, saat memindai otak mereka dalam mesin fMRI.

Dalam beberapa botol kaca diberikan insentif berbeda-beda, kemudian 80 orang diuji untuk menunjukkan apakah mereka berbohong atau mengatakan hal yang benar kepada partner mereka tentang berapa banyak uang yang ada di dalam botol kaca tersebut. Dalam beberapa kondisi, baik peserta dan partner akan menerima keuntungan apabila peserta berbohong, namun dalam kasus lain, hanya peserta yang mendapat keuntungan dari kebohongannya, atau hanya rekannya yang mendapat keuntungan apabila peserta berbohong.

Dalam suatu set skenario, diposisikan baik peserta atau rekannya sama-sama diuntungkan, tapi dengan mengorbankan orang lain dan peserta harus berbohong. Dalam setiap kasus, Sharot mendokumentasikan perubahan dalam otak orang-orang ketika mereka mengambil keputusan.

Mereka menemukan bahwa ketika seseorang bertindak tidak jujur, aktivitas di bagian otak yang disebut amigdala (pusat pengolahan emosional dan gairah dari seseorang) mengalami perubahan. Dengan masing-masih skenario yang diberikan, bila peserta semakin tidak jujur kepada rekannya, maka amigdala akan semakin kurang aktif ketika di cek di fMRI.

Ketika berbohong gairah emosional akan mengaktifkan amigdala, tetapi dengan setiap tambahan kebohongan, gairah dan konflik akan lebih mudah untuk menceritakan sebuah ketidakbenaran, dan itu menjadikan seseorang lebih mudah untuk berbohong.

Sharot juga menemukan bahwa amigdala menjadi kurang aktif terutama ketika orang berbohong untuk mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri. Dengan kata lain, kepentingan atas diri sendiri akan menjadi bahan bakar dari ketidakjujuran, dan itu akan berlangsung secara terus menerus selama kebohongan tidak diketahui oleh orang lain.

(Achmad Rully P)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini