Sukses

Mengembalikan Budaya Agraris Lewat Festival Padi Banyuwangi

Festival Padi yang baru pertama kali digelar ini merupakan upaya mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa agraris.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia tidak bisa lepas dari kebudayaan agraris, atas dasar itulah Pemkab Banyuwangi terus mempertahankan festival yang akan mempertontokan ritual tradisional menanam padi. Festival yang digelar 20 Juli 2016 ini akan dilaksanakan di Desa Sumbergondo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi.

Menurut informasi yang diterima Liputan6.com, Selasa (19/7/2016), Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, festival yang baru pertama kali digelar ini merupakan upaya untuk menghidupkan kembali budaya agraris tanam padi tradisional yang masyarakat Indonesia di tengah modernisasi pertanian.

“Kami ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa ada budaya agraris yang melingkupi kita. Di mana budaya ikut telah menjadi bagian penting dari sumber kehidupan masyarakat pedesaan. Festival ini akan mengingatkan bahwa kita memiliki tradisi cocok tanam yang sarat makan filosofinya,” ungkap Bupati Anas.

Lebih jauh dirinya mengatakan, hadirnya Festival Padi ini juga sebagai ajang konsolidasi berbagai sektor, mengingat festival ini akan melibatkan banyak pihak, mulai dari pelaku di sektor pertanian, ketahanan pangan, bidang pengairan, hingga sektor pariwisata yang bisa memberikan nilai tambah pada bidang pertanian.

"Selain itu, lewat festival ini kami ingin menumbuhkan kebanggaan terhadap profesi petani, yang dampaknya bisa menumbuhkan kebanggaan warga akan desanya. Petani generasi muda juga bisa bangga akan profesinya. Profesi petani sama berharganya dengan profesi-profesi lain," kata Bupati Anas.

Festival Padi akan diawali dengan ritual tiris, yaitu tradisi tumpengan yang biasa dilakukan petani di Sumbergondo sebelum proses menanam padi. Ada tiga jenis tumpeng yang disajikan, yaitu tumpeng gunung, bucung dan kunir.

Menurut Mbah Sanusi, salah seorang sesepuh desa setempat, tiga jenis tumpeng tersebut mengandung filosofi yang mendalam bahwa hidup harus jujur dan lurus. Hal tersebut disimbolkan dengan tumpeng gunung dan bucung. Sedangkan sego kunir yang diikat janur kuning memiliki makna manusia harus ingat kejadian asal mulanya dari “nur”, cahaya yang identik dengan warna kuning.

Selain tumpengan, ritual ini juga dilengkapi dengan sesaji yang ditaruh dalam wadah daun pisang. Sajian ini dinamakan dengan Cok Bakal, yang artinya mengawali. Sajian Cok Bakal berisi aneka macam sumber pangan manusia, di antaranya kacang, telur, dan dilengkapi dengan kembang tiga warna.

"Setiap selamatan tanam padi, petani wajib menyertakan cok bakal ini. Konon menurut cerita leluhur, ritual ini harus dilakukan agar panen melimpah ruah, tidak diganggu apapun, sehingga bisa mendatangkan kemakmuran bagi warga desa" ujar Mbah Sanusi.

Sebelum dimakan bareng, tumpeng didoakan oleh sesepuh desa. "Usai makan tumpeng bersama, tanam padi baru dimulai," katanya menambahkan. Padi akan ditanam dengan cara tradisional, yaitu menggunakan sapi untuk membajak sawah, dan menggunakan tangan untuk nandur (menanam mundur).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini