Sukses

Menjelajahi Little Arab, Menyicip Kuliner Timur Tengah di Cikini

Jakarta Food Adventure kembali melakukan penjelajahannya, kali ini kawasan Little Arab di Cikini.

Liputan6.com, Jakarta Setelah melakukan penjelajahan kuliner di Kampung Tugu dan Little India kawasan Pasar Baru, Sabtu (18/6/2016) giliran Little Arab di Cikini yang menjadi penjelajahan komunitas pecinta kuliner Jakarta Food Adventure (JFA). Mengambil titik kumpul di Planetarium, Taman Ismail Marzuki (TIM), puluhan peserta yang hadir nampak antusias meski langit Jakarta mendung saat itu.

Dibagi menjadi tiga rombongan, dari Planetarium para peserta diajak menyusuri kompleks TIM dan berkesempatan melihat keindahan arsitektur Teater Jakarta, yang menjadi gedung pertunjukan paling megah di Asia Tenggara. Dari TIM rombongan mulai menyusuri jejak Little Arab di Cikini dengan mengunjungi makan Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi atau yang dikenal dengan nama Habib Cikini.

Habib Cikini merupakan orang keturunan Arab termasyur yang juga masih memiliki hubungan keluarga dengan Raden Saleh. Saat makamnya ingin digusur untuk dibangun apartemen, mata air keluar seperti air mancur.

“Pas apartemen maun dibangun, makam mau digusur, dan banyak pertentangan dari keluarga d an pengikutnya di sini. Pas mau dibongkar makamnya keluar air. Jadi kayak mata air. Tapi itu percaya gak percaya, karena banyak orang juga menganggap itu hanya fenomena alam karena di sini kan deket sungai,” kata Ira Lathief, founder Jakarta Food Adventure, yang juga menjadi pemandu wisata.

Tour Guide sedang memberikan keterangan kepada para peserta Jakarta Food Adventure jelajah Little Arab di kawasan Cikini.

Di tengah rintik hujan, perjalanan kemudian dilanjutkan menuju rumah maestro seni Raden Saleh. Saat kembali ke Indonesia, Raden Saleh yang memiliki tanah yang luas di Jakarta membangun rumah bergaya art deco. Rumah yang didesain sendiri oleh Raden Saleh tersebut kini digunakan sebagai kantor administrasi Rumah Sakit PGI Cikini bersama beberapa bangunan tua lainnya.

Tak lengkap rasanya jika bicara tentang rumah Raden Saleh tanpa melihat keunikan Masjid Al Makmur Cikini. Masjid yang melambangkan perlawanan masyarakat Cikini terhadap kesewenangan penjajah ini telah berdiri sejak 1860, dan menjadi salah satu masjid tertua di Jakarta.

“Dulu bangunan masjid hanya kecil saja, ini yang di bagian depan yang asli, kemudian dipugar dan dibangun replikanya di bagian belakang pada 1962. Pada 1999, masjid ini jadi cagar budaya yang dilindungi pemerintah,” ungkap Ira.

Dari Masjid Al Makmur, rombongan mulai menjelajahi kuliner. Ada banyak sajian bernuansa Arab yang dapat dinikmati di sekitar Cikini, dan penjelajahan kuliner dimulai dengan menyicip teh Adani. Sepintas rasanya hampir sama dengan wedang jahe, namun teh Adani memiliki aroma yang lebih kuat.

Arabian Bread, salah satu menu pembuka dalam sajian khas Timur Tengah.

Penjelajahan kuliner dilanjutkan dengan mengunjungi salah satu restoran bernuansa Arab bernama Al Basha. Di restoran ini, peserta JFA diajak menyicip berbagai kuliner timur tengah, mulai dari makanan pembuka hingga menu utama. Dari makanan pembuka terdapat kurma, arabic bread lengkap dengan kaldunya yang lezat, serta tamarindi, sejenis minuman tamarin yang segar.

Nasi Kebuli, salah satu hidangan khas timur tengah yang dapat ditemukan di Jakarta.

Sementara itu, di menu utama terdapat nasi kebuli dan beryani. Nasi kebuli dihidangkan bersama campuran daging kambing, sementara beryani dicampur dengan potongan daging ayam. Hampir sama dengan nasi goreng, hanya saja bentuk nasi di sajian ini lebih panjang dengan aroma rempahnya yang kental.

Konsep “Charity Walking Tour” yang digagas komunitas JFA merupakan konsep lama dalam dunia pariwisata dunia, namun dianggap baru di Jakarta bahkan di Indonesia. Tur dengan berjalan kaki untuk menjelajahi kekayaan kuliner masih sangat jarang dilakukan di Indonesia.

Raska salah satu peserta JFA Little Arab kepada tim Liputan6.com mengatakan, kegiatan berjalan sambil menjelajahi kekayaan kuliner ini sangat bagus, karena menjadi satu-satunya di Jakarta.

“Kegiatan sejenis ini perlu digandeng sama orang-orang pemerintahan, biar sejalan. Selama ini juga kan travel agen gak mau buat tur yang unik dan inovatif, mereka takut gak laku, jadi stay di confort zone, sedangkan tren wisata selalu berubah, mereka gak sadar jenis makanan kita lama-lama diambil negara lain, karena kita menganggap makanan gak penting,” kata Raska yang juga tengah mengambil tesis tentang food tour di Universitet Agder Norway International Management.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.