Sukses

Tenun Sukarara, Motor Berkembangnya Ekonomi Kreatif Masyarakat

Kain tenun Sukarara menjadi andalan Lombok dalam pesatnya perkembangan industri kreatif tanah air.

Liputan6.com, Jakarta Saat melintasi pusat kain tenun Dharmasetya yang berada di kawasan Puyung, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, sederet perempuan nampak sibuk dengan alat tenunnya masing-masing. Di hadapan wisatawan yang berkunjung, mereka mendemokan cara membuat kain tenun songket Sukarara yang terkenal.

Saat tim travel Liputan6.com berkunjung, yang ditulis Rabu (8/6/2016), Nandin orang asli suku Sasak yang sudah bekerja 24 tahun di Dharmasetya mengungkapkan, ada tradisi yang mengharuskan pembuatan kain songket Sukarara hanya boleh dikerjakan perempuan.

“Ada mitos kalau laki-laki kerja (membuat songket), setelah kawin kemungkinan besar dia tak dapat keturunan. Makanya sampe sekarang percaya tidak percaya, tidak ada tenun songket dibuat laki-laki di sini. Laki-laki hanya membuat tenun ikat saja,” kata Nandin.

Lebih jauh Nandin menjelaskan, ada dua jenis kain tenun Sukarara yang diproduksi, yaitu kain tenun ikat dan kain tenun songket. Perbedaan antara keduanya terletak pada motifnya, kain tenun ikat motifnya ada di dua sisi kain, sedangkan kain tenun songket motifnya timbul di satu sisi kain saja. Namun demikian Nandin mengakui, pembuatan tenun songket lebih sulit ketimbang tenun ikat.

“Tenun songket itu motifnya imajinasi saja, sudah hafal begitu. Lebih sulit membuat songket, ada bambu di depan itu lepas, baru itu diulang lagi dari awal. Jadi harus benar-benar teliti dan butuh kesabaran. Kalau tenun ikat bisa dapat itu sehari satu setengah meter,” ungkap Nandin.

Ada dua jenis kain tenun Sukarara yang diproduksi, yaitu kain tenun ikat dan kain tenun songket.

Bahan baku benang sendiri dipasok dari Lombok, termasuk benang sutera. Uniknya benang-benang ini diberi pewarna menggunakan berbagai bahan alami, seperti kunyit, kulit kayu mahoni, kulit biji asem, daun pepaya dan mangga. Namun demikian, benang emas untuk pembuatan songket masih dipasok dari Jawa.

Untuk harga, toko Dharmasetya menawarkan harga yang variatif tergantung motif dan panjangnya kain. Kain tenun ikat taplak meja dijual dengan harga Rp 100 ribu, hingga yang termahal kain songket dibanderol dengan harga antara Rp 1,5 – 2 juta.

Nandin mengatakan, untuk terus menjaga kualitas, tokonya hanya menjual kain-kain yang diproduksi masyarakat Sukarara dan tidak membuka cabang dimana pun. Toko yang juga berfungsi layaknya koperasi ini menerima hasil tenun masyarakat, kemudian menjualkannya kepada wisatawan. Selain demi melestarikan tradisi kain tenun Lombok, kehadiran komunitas Dharmasetya juga membantu perekonomian masyarakat melalui industri kreatif. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.