Sukses

Mengenal Sindrom Penipu, Apa Hubungannya dengan Kesuksesan?

Apa itu sindrom penipu? Dan benarkah ia merupakan kunci dari kesuksesan dalam bekerja? Simak di sini.

Liputan6.com, Jakarta Sindrom penipu atau dikenal dengan Imposter Syndrome adalah suatu kondisi fenomena psikologi yang membuat sang penderita tidak percaya telah meraih kesuksesan, dan "terpaksa" berpura-pura menjadi orang lain. Sindrom ini berlaku terbalik dengan orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Namun anehnya, banyak dari penderita sindrom ini merupakan tokoh-tokoh sukses yang telah berjuang untuk mengatasi rasa takut yang mereka hadapi dalam pekerjaan. 

Hal tersebut bisa kita lihat dari beberapa figur yang menderita sindrom tersebut, contohnya John Steinbeck. "Saya bukan seorang penulis. Saya telah membohongi diri saya sendiri dan orang lain," tulis John Steinbeck dalam buku hariannya pada tahun 1938. "Saya merasa diri saya adalah seorang penipu. Saya tidak mengerti apa yang saya lakukan," kata Jodie Foster saat ia menjadi tamu dalam acara 2007 Women in Entertainment Power 100.  Jadi, apakah rasa cemas dan tidak aman tersebut adalah sebuah aset?

Dilansir dari Weforum.org, Sabtu (19/3/2016), sekitar 70% orang yang menjalani uji coba imposter syndrome mengalami fenomena psikologis tersebut. Skor 80 ke atas menunjukkan perasaan intens dari sindrom penipu, sedang skor 61 sampai 80 menunjukkan seringnya melakukan sindrom tersebut, dan skor 41 sampai dengan 60 menunjukkan cukup berpengalaman.

Banyak orang berpikiran bahwa mereka merasa percaya diri, namun tanpa disadari mereka tetap memiliki kekhawatiran, ketakutan seperti keterampilan yang harus terus diasah dan hal-hal tertentu dalam hidup yang harus terus diperjuangkan. Sehingga tanpa mereka sadari bahwa mereka termasuk dalam kategori penipu dalam pekerjaan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penipu sesungguhnya tidak mengalami sindrom penipu

Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa sindrom penipu berhubungan dengan kesuksesan. Sedang orang yang tidak menderita sindrom ini, justru  biasanya mereka adalah penipu sesungguhnya.

Orang-orang dengan sindrom penipu cenderung memiliki sifat perfeksionis, yang berarti mereka lebih suka menghabiskan banyak waktu bekerja lembur untuk memastikan setiap pekerjaan selesai dengan sempurna. Sehingga, jika Anda menderita sindrom penipu, Anda memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bekerja dengan baik.

Sebaliknya, bagi Anda yang tidak memiliki sindrom penipu harus mempertanyakan kemampuan Anda. Tingkat kepercayaan diri yang tinggi dapat menghasilkan apa yang disebut sebagai efek 'Dunning Kruger'. Tahukah Anda apa itu? Efek 'Dunning Kruger' adalah dimana Anda tidak mampu mengenali kekurangan Anda sendiri.

Jessica Collet, seorang associate professor di University of Notre Dame telah melakukan penelitian terhadap fenomena psikologi ini. Jessica menemukan bahwa orang yang menderita efek 'Dunning Kruger' sebagai orang yang terlalu bodoh untuk mengetahui bahwa mereka itu bodoh. "Mereka tidak merasa seperti penipu. Mereka merasa bahwa mereka sangat memahami apa yang mereka lakukan dan berpikir bagaimana orang lain bisa tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Namun ternyata, mereka tidak cukup tahu bahwa yang mereka ketahui sangatlah dangkal," papar Jessica.

3 dari 4 halaman

Asuhan, kepribadian, dan budaya adalah pengaruh besar sindrom penipu

Meskipun sindrom penipu telah menjadi subjek yang populer dalam sebuah penelitian, namun sampai saat ini tidak ada yang dapat memastikan penyebabnya. Beberapa studi menunjukan efek dari dinamika keluarga bisa berpengaruh, terdapat pula studi yang mengatakan sindrom ini adalah hasil dari rasa dikucilkan dalam suatu tempat kerja.

Pada awalnya, sindrom penipu diidentifikasi sebagai kondisi unik yang terjadi pada perempuan. Walaupun hal ini tidak menyangkut jenis kelamin, saat ini sindrom penipu diyakinilebih banyak  terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Terutama bagi para perempuan yang bekerja pada industri yang didominasi oleh laki-laki.

Anda tahu mengapa? Karena banyak kemugkinan perempuan yang bekerja di industri yang didominasi oleh laki-laki seringkali dipaksa untuk mengucilkan kemampuan mereka.
Hamira Riaz, seorang psikolog klinis mengatakan, "Perempuan tidak membicarakan diri mereka sendiri secara terbuka, seperti yang sering dilakukan oleh para laki-laki."

Hamira menambahkan bahwa faktor kebudayaan membuat sindrom penipu jauh lebih sulit terlihat pada sosok laki-laki.
"Dari pengalaman saya, tidak biasa bagi seorang laki-laki untuk mengakui kelemahan atau kerentanan diri mereka. Jadi, Anda harus benar-benar mengenalnya dengan sangat baik untuk mengetahui hal ini," papar Hamira.

Hamira percaya bahwa sindrom penipu bukan merupakan kelainan atau suatu kondisi yang permanen, namun sebuah situasi kompleks yang dialami oleh banyak orang ketika mereka merasa bingung atau gamang.

4 dari 4 halaman

Tidak perlu bercita-cita untuk menjadi seorang penipu

Menurut Jessica, walaupun sindrom penipu dapat mendorong seseorang untuk bekerja lebih keras, namun hal itu juga dapat menyebabkan kelelahan dan tidak boleh dianggap sebagai suatu kondisi yang diinginkan.
"Sindrom penipu benar-benar membawa efek yang buruk. Saya tidak yakin bahwa ada orang yang mengharapkan memiliki sindrom ini," jelas Jessica.

Faktanya, bagi Anda yang memiliki sindrom penipu sebenarnya tidak perlu merasa khawatir bahwa Anda adalah seorang penipu. Anda tidak takut menunjukkan kemampuan Anda.
Walaupun sindrom penipu dapat menjadi prediksi dari pencapaian yang tinggi, namun hal itu bukan suatu komponen penting yang diperlukan untuk menjadi sukses.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.