Sukses

Ini yang Bikin Rempah Indonesia Kalah Saing dengan Singapura

Bicara soal kekayaan Indonesia di kancah internasional, belum banyak orang yang membahas rempah-rempah.

Liputan6.com, Jakarta Bicara soal kekayaan Indonesia di kancah internasional, banyak orang membicarakan batik dan tari-tariannya. Namun, sebenarnya ada kekayaan khas Indonesia yakni rempah-rempah. Bahkan karena kekayaan ini juga, bangsa Indonesia harus dijajah bangsa asing selama ratusan tahun. Ya, Indonesia menjadi sangat menarik karena merupakan salah satu penghasil komoditas rempah terbesar di dunia.

Apalagi dengan harga jual saat itu yang masih sangat murah, Indonesia bagaikan harta karun bagi bangsa asing untuk mendapatkan rempah. Rempah sangat banyak manfaatnya, mulai dari bumbu dapur hingga obat. Iklim Indonesia yang tropis membuat tanahnya mudah untuk ditumbuhi rempah-rempah. Sayangnya, rempah bagaikan harta karun yang terlupakan. Saat ini, belum dijadikan kekuatan untuk menjadi daya tarik Indonesia. Kalaupun sudah, belum maksimal.

Contoh nyatanya, banyak dari kita yang mungkin masih belum dapat membedakan lada dengan ketumbar, atau jahe dengan lengkuas. Padahal itu bisa menjadi daya jual Indonesia di mancanegara. Didiek Setiabudi Hargono dari Yayasan Kebun Raya Indonesia mengatakan, Indonesia merupakan negara penghasil rempah terbesar kedua di seluruh dunia setelah India. Namun, dari segi pemanfaatan ekonomi, Indonesia masih nomor tiga.

"Nomor pertama Singapura, kedua Vietnam. Hal ini sebetulnya disayangkan, karena kedua negara itu sama sekali bukan negara penghasil rempah-rempah," kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, awal pekan lalu. Artinya pemanfaatan rempah di Indonesia pun belum maksimal. Bahkan, sebagai satu dari negara penghasil rempah terbesar, untuk beberapa jenis rempah, Indonesia masih harus mengimpor dari negara lain.

Ruang petani untuk menanam rempah di Indonesia memang sudah berkurang. Padahal sebetulnya dengan teknologi pertanian saat ini, sungguh memungkinkan untuk menanam rempah di tanah apa pun. Tidak harus di tanah yang menjadi endemik tanaman itu, Misalnya, dulu cengkeh hanya tumbuh di Maluku, tetapi karena banyak dimanfaatkan, orang mencoba menumbuhkannya di tempat lain. Hasilnya, tanaman cengkih saat ini bisa ditemui ditanam di banyak tempat.

"Seandainya ini terjadi untuk semua jenis rempah, bahkan untuk rempah-rempah asli Indonesia yang sudah mulai langka, pasti akan sangat baik," ujar Didiek. Belum lagi, pengolahan rempah bisa meningkatkan nilai dari produk. Selama ini, rempah dari Indonesia kebanyakan dijual dalam bentuk bahan mentah. Padahal, jika diolah terlebih dahulu, misalnya diekstrak, nilai ekonomi dari rempah akan jauh lebih meningkat.

"Hal inilah yang disadari Singapura dan Vietnam, mereka mengimpor bahan baku, tetapi kemudian mengolahnya. Makanya nilai ekonominya menjadi lebih tinggi," ucap dia.

 

(Uno/Nad)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.