Sukses

Galeri Apik Gelar Pameran Perangko Kuno dari 52 Negara

Sama halnya dengan lukisan, perangko juga memiliki nilai estetis yang tinggi.

Liputan6.com, Jakarta Setelah sukses menggelar pameran batik, kain tenun, dan kebaya kuno langka, kini Galeri Apik yang berlokasi di kawasan Radio Dalam, Jakarta, memamerkan berbagai koleksi vintage stamps (perangko kuno), yang dikontraskan dengan koleksi seni rupa kontemporer. 

Pameran yang bertajuk ‘ConTemporary or Temporary: Visual Arts and Vintage Stamps Exhibitions’  ini dibuka mulai 1 Agustus hingga 1 September 2015 mendatang.

Perangko kuno yang dipamerkan berasal dari 52 negara, antara lain Malaya (saat belum berpisah menjadi Singapura dan Malaysia), Chekoslavia, Turki, Saudi Arabia, hingga Uni Soviet. Berbagai perangko kuno yang dipamerkan tersebut berusia hingga 50 tahun, dan yang termuda berasal dari tahun 1970.

Di antara berbagai koleksi perangko yang dipamerkan, salah satu yang menraik adalah perangko dari seri film Little House on the Prairie (Laura Ingals) terbitan USA, yang pernah tayang di salah satu stasiun televisi tanah air.

Rahmat, Direktur Galeri Apik, seperti yang dikutip dari rilis yang diterima Tim Liputan6.com, Sabtu (1/8/2015) mengungkapkan, “Perangko juga bagian dari seni. Dibuat oleh seniman, dilukis di atas kertas, baru dicetak menjadi perangko.”

Lebih jauh Rahmat menuturkan, perangko adalah bagian dari seni kontemporer. Dibuat sesuai zamannya, dibuat dengan berbagai tujuan dan berkonsep demi masa depan. Perangko pada akhirnya akan menjadi bernilai dan mahal, karena keantikan, keunikan, dan nilai sejarahnya. Sehingga masyarakat dari berbagai belahan dunia mengakui fungsi investasi dari mengoleksi perangko sama halnya dengan mengoleksi lukisan.

Selain perangko langka, pameran ini juga memamerkan koleksi seni lukis kontemporer hasil karya dari berbagai seniman lukis, seperti Di Lifeng, Song Yonghong, S Priadi, Dadan Setiawan, Andi Mieswandi, dan Aan Arif Rahmanto.

Sebagai kolektor seni, Rahmat sengaja mengusung tema yang mengangkat realitas di masyarakat seni tanah air. Dirinya menilai, banyak kolektor dan seniman yang terjebak dengan istilah kontemporer. “Banyak karya seni kontemporer dewasa ini yang sekedar mengangkat realitas kekinian, tanpa memiliki konsep yang sejalan dengan eksekusi pada medianya. Padahal sejatinya, seniman kontemporer itu harus memiliki jiwa pemikir serta berkonsep masa depan. Harus berpikir futuristik namun tetap realistis membumi," ulasnya. (Ibo/Igw)

 

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.