Sukses

Kisah Mengharukan Seorang Pekerja Wanita di Uni Emirat Arab

Inilah kisah Letnan Maitha Obaid Almehairi dari Sharjah yang bergabung di kepolisian Dubai.

Liputan6.com, Uni Emirat Arab Farha Alshamsi merupakan wajah baru wanita Arab, berpendidikan dan berfokus pada karir. Wanita berusia 31 tahun ini mempunyai dua ijazah, memiliki posisi senior di agensi pemerintah, dan memiliki perusahaan komunikasi dan advisori sendiri.

Wanita di Uni Emirat Arab (UEA) memang memiliki kondisi kerja yang paling baik dibanding negara-negara lainnya di Timur Tengah yang memiliki budaya patriarki lebih kental. Namun, gambaran mengenai Farha ini bukan akhir cerita.

Saat warga negara UEA seperti Alshamsi menikmati hak khusus pendidikan gratis, rumah tinggal, dan akses sektor umum pekerjaan, mereka hanyalah 10 persen dari populasi. Sisa dari seluruh tenaga kerja UEA merupakan expat dari seluruh dunia, terutama para wanita yang tertarik dengan ekonomi UEA yang membaik, iklim, dan lingkungan yang bebas pajak.

Dalam dunia kerja expat, potensi pengembangan karir tidak pasti. Untuk seseorang, jenis visa yang dipegang seseorang dan level kepegawaian mereka menentukan jenis akses yang bisa dibayarkan, proteksi legal, dan keuntungan.

Walau wanita sudah lebih diterima di posisi tinggi, baik expat maupun penduduk asli, stereotip yang dapat merusak kompetensi mereka masih ada. Jadwal yang fleksibel dan penyesuaian pekerja dengan status Ibu masih jarang adanya.

Keuntungan Penduduk

Untuk Wanita Emirati seperti Alshamsi, kemungkinan karir umumnya sangat cerah. Tidak seperti wanita Gulf yang lebih konservatif, wanita Emirat bekerja di berbagai sektor dari militer dan polisi, ke insinyur, media, fesyen, dan manajemen.

Ada lima kabinet wanita di pemerintahan UEA dan wanita ada di bagian depan dari beberapa agensi utama pemerintah, termasuk tim yang menolong keamanan kota di Expo 2020 dan Dubai Media Office, yang bertanggung jawab untuk komunikasi Emirate.

Pada Februari tahun ini, wakil presiden UEA dan pemimpin Dubai, Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum mengumumkan formasi UAE Gender Balance Council, dimana menurut laporan pres lokal, akan mempromosikan strategi pemberdayaan wanita. Council ini diketuai putri dari Al Maktoum, Sheikha Manal Binti Mohammed Bin Rashid Al Maktoum, yang sudah menjadi ketua Dubai Women Establishment, yang didirikan tahun 2006 untuk mengidentifikasi dan mengukur status wanita di lapangan kerja Dubai.

Kisah Berbeda

Bagaimanapun, dalam lapangan kerja expat, potensi pengembangan karir merupakan subjek regulasi yang tidak mudah.

Wanita yang bekerja di industri pelayanan, seperti pembantu rumah tangga, pelayan, dan staf kantoran level rendah, punya kesempatan yang terbatas. Mereka secara umum punya kewajiban dalam kontrak yang kaku, seringkali diatur oleh agensi pihak ketiga. Lebih mudah untuk wanita expat profesional yang bekerja di posisi korporat dan datang dari Eropa, India, dan negara Timur Tengah lainnya. Terutama jika mereka bekerja untuk organisaso internasional -banyak diantaranya menjalankan kantor regional di luar Dubai.

Namun tidak semuanya berjalan lancar. Contohnya, wanita yang menemani para suami mereka diberikan visa Ibu rumah tangga, yang tidak membiarkan mereka bekerja tanpa surat persetujuan dari suami mereka. Pada praktiknya, ini hanya sedikit lebih dari formalitas, namun, bisa bermasalah. Juga, wanita yang mendapat pekerjaan saat memiliki visa suami bisa menghadapi banyak pantangan termasuk akses perbankan dan pembelian properti.

Belum lagi, tidak seperti wanita lokak, wanita expat tidak biasanya bekerja di sektor publik, dimana ada hukum yang mewajibkan kesetaraan gender, seiring dengan ruang menyusui di tempat kerja. Tidak ada legislasi gender yang spesifik untuk sektor umum yang menghalangi karyawan memperlakukan anggota staf wanita secara berbeda, menurut pengacara karyawan Sara Khoja, rekan di kantor Dubai Clyde and Co.

Kesempatan dalam Ekonomi

Penduduk UEA yang sudah mendapat pekerjaan memang kerap menceritakan yang baik-baik, namun, wanita pekerja masih tetap menghadapi kesusahan.

Salam Saadeh yang tidak menikah dan pindah ke Dubai dari Lebanon pada tahun 2000 untuk bekerja di perbankan dan pasar modal, mengaku bahwa area itu masih didominasi laki-laki. Saadeh merupakan mentan direktor pelaksana di divisi investasi perbankan SHUAA Capital, firma pelayanan finansial Timur Tengah. Sekarang, Saadeh memiliki firma modal sendiri, activem.

"Wanita masih kalah jumlah dari pria di profesi perbankan dan keuangan secara global, namun saya bisa bilang di Timur Tengah jumlahnya lebih sedikit lagi. Ada stereotip bahwa wanita tidak efisien dan berpengatahuan, dan jika Anda seorang wanita, Anda harus bekerja dua kali lebih keras untuk membuktikan diri." Ungkap Saadeh.

Saadeh yang sekarang berusia 42 tahun melanjutkan, bahwa walau ia melihat banyak wanita bekerja di posisi pemula dan menengah di UEA, hanya sedikit dari mereka yang mencapai level senior diluar dari yang bekerja di agensi pemerintah atau bisnis Sampai sekarang, pria secara tradisional bertanggung jawab dalam mencari nafkah, tidak banyak motivasi finansial untuk anita Emirat bekerja, begitu menurut Aysha Almazrouei, jurnalis Emirat di broadsheet harian Abu dhabi, The National.

"Ini berubah seiringan dengan wanita mulai mengahargai kemandirian danmengandalkan diri sendiri, mereka menunda menikah untuk melanjtkan pendidikan dan membangun karir," Almazrouei, 25, mengungkapkan. "Pria juga lebih terbuka terhadap ide ini."

Baby blues

Salah satu masalah yang masih dihadapi wanita di UEA, expat atau penduduk asli, adalah jadwal cuti hamil yang tidak fleksibel. Untuk semua pegawai, cuti hamil yang legal hanya selama 45 hari. Setelah itu, hanya beberapa perusahaan yang membolehkan cuti tanpa bayaran.

Terlebih lagi, pekerjaan paruh waktu yang tersedia amat sedikit, sebagian karena hukum tidak memudahkan para karyawan untuk membuat posisi.

Konsultan perekrutan Matthew Gribble, direktur pelaksana senior untuk Timur Tengah dan Afrika di Page Group, setuju bahwa pekerjaan paruh waktu kurang dimanfaatkan di UEA dan itu dianggap kesempatan yang hilang bagi bisnis untuk menjaga dan menarik sumber daya manusia.

Namun, beberapa perubahan ada di depan mata. Gribble menyatakan bahwa Page Group menawarkan cuti hamil sampai 12 bulan, seperti kebijakan di Inggris, dan peran paruh-waktu untuk orangtua akan dibuat lebih fleksibel. Ia menambahkan bahwa beberapa perusahaan mulai terbuka pada ide ini.

Perusahaan agensi media global MediaCom, contohnya, menawarkan para ibu baru pembayaran penuh untuk 10 minggu pertama dan bayaran separuh untuk enam minggu kemudian, dengan pilihan delapan minggu tambahan tanpa dibayar. Ada juga penawaran cuti paternitas selama tujuh hari, dengan perbandingan tiga hari yang diberikan dari undang-undang. 

Menurut Bre hill, manajer HR regional untuk MediaCom, ini bukan hanya masalah kecermatan, namun perusahaan ingin memepertahankan pekerja wanita.

Perubahan

Emirate Sharjah, salah satu dari tujuh emirat dari UEA, telah meningkatkan bayaran untuk kaum ibu, baik untuk penduduk asli dan expat, untuk 60 hari, dan Dubai International Financial Centre, zona bebas dimana jumlah perusahaan multi-nasional berasal, memberi staf wanita mereka 65 hari untuk cuti hamil, 33 dibayar penuh dan 32 sisanya dibayar setengah.

"Dubai merupakan tempat yang terbuka, sangat kosmopolitan dan banyak kesempatan kerja," Ungkap Saadeh. "Tapi anda harus bekerja mati-matian disini. Kadang-kadang, si wanita sendiri tidak ingin memanjat tangaa, karena semakin tinggi Anda pergi, berarti meninggalkan aspek keluarga dan keseimbangan kerja-kehidupan, dan tidak semua orang menginginkan itu."

Almazrouei si wartawan, mengungkapkan bahwa program pemberdayaan terhadap wanita sudah berjasa banyak, namun menarik wanita ke dunia profesi membutuhkan lebih banyak lagi usaha, menggemakan keadaan buruk wanita di seluruh belahan dunia. (Ikr)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini