Sukses

Pesona Batu Akik dari 'Death Island' Nusakambangan

Batu akik khas Nusakambangan laris manis seiring akan dilakukannya eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika.

Liputan6.com, Cilacap Pulau Nusakambangan akhir-akhir ini ramai menjadi bahan perbincangan. Pulau yang secara geografis dekat dengan Desa Wijaya Pura, Tambakreja, Cilacap, Jawa Tengah itu diperbincangkan lantaran di sana mendekam sejumlah terpidana mati kasus narkotika. Di antaranya anggota Bali Nine WN Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran.

Pulau Nusakambangan bisa dikatakan masih liar, bahkan terkesan angker. Liar, lantaran pulau tersebut masih banyak ditumbuhi tumbuhan-tumbuhan lebat serta menjadi tempat tinggal sejumlah hewan buas, seperti harimau, macan kumbang, dan ular berbisa. Belum lama ini bahkan dua kontainer berisi ratusan ular berbisa yang disita dari upaya penyelundupan, 'mengantarkan' ular-ular tersebut ke Nusakambangan sebagai habitat baru.

Terkesan angker, karena selain menjadi tempatnya para narapidana kelas kakap berbagai kasus mendekam, pulau tersebut juga pada 18 Januari 2015 lalu menjadi lokasi eksekusi mati lima terpidana kasus narkotika. Mereka yang tubuhnya jatuh ke tanah tak bernyawa usai ditembak timah panas itu adalah Marco Archer Cardoso Mareira (WN Brasil), Daniel Enemua (WN Nigeria), Ang Kim Soe (WN Belanda), Namaona Dennis (WN Malawi), dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (WN Indonesia).

Usai eksekusi mati gelombang pertama, kini Kejaksaan Agung tengah mempersiapkan eksekusi mati tahap dua. Ada 10 terpidana mati kasus narkotika yang akan dihadapkan ke regu tembak di salah satu spot di Nusakambangan dalam eksekusi tahap dua ini. Mereka adalah Mary Jane Fiesta Veloso (WN Filipina), Serge Areski Atlaoui (WN Perancis), Andrew Chan (WN Australia/Bali Nine), Myuran Sukumaran (WN Australia/Bali Nine), Martin Anderson (WN Ghana), Zainal Abidin bin Mgs Mahmud Badarudin (WN Indonesia), Raheem Agbaje Salami (WN Spanyol), Rodrigo Gularte (WN Brasil), Sylvester Obiekwe Nwolise alias Mustofa (WN Nigeria), dan Okwudili Oyatanze (WN Nigeria).

Namun, di balik itu semua, pulau yang dimiliki Kementerian Hukum dan HAM itu rupanya menyimpan berkah bagi sejumlah warga di seberang pulau, terutama warga Desa Wijaya Pura. Karena, tak sedikit warga yang menjadi penambang batu akik di 'tanah kematian' tersebut.

Apalagi, belakangan batu akik tengah 'booming' di Indonesia, maka tak jarang warga setempat nekat menerabas hutan belantara Nusakambangan dan menggali tanahnya demi menemukan batu-batu akik untuk kemudian dijual.

Salah satu penjual batu akik di Dermaga Wijaya Pura adalah Padar Parjo (40). Ia menjual sejumlah batu akik khas Nusakambangan. Di antaranya Batu Tumpang atau dikenal juga dengan nama Thompson Night, Black Opal, Lavender, Bako-bako.

Batu-batu itu dikatakan Parjo memiliki kekhasan masing-masing dan yang paling terkenal adalah Batu Tumpang (Thompson Night). Tumpang misalnya, lanjut Parjo, jika diusap dengan ibu jari maka akan terlihat bergerak mengikuti arah usapan.

"Tumpang itu kalau diusap bisa gerak dan bisa nyala ketika malam hari," ujar pria yang sudah setahun terakhir menjadi penjual batu akik.

Soal harga jual, kata Parjo, bervariasi. Tergantung jenis batu dan satuan atau kiloan. Sebab, banyak pembeli yang sengaja membeli kiloan ketimbang satuan kecil. Karena, dengan membeli kiloan dia bisa mencampur dari berbagai jenis batu.

Namun dari segi jenis, Batu Tumpang (Thompson Night) punya harga paling tinggi ketimbang jenis batu lainnya. "Kita juga jual kiloan sama satuan kecil-kecil. Satuan kecil-kecil dijual dengan harga Rp 20 ribu sampai Rp 25 ribu. Tapi kiloan Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu per kilogram. Kemarin 50 kilogram saya jual Rp 50 juta, batunya dicampur dari berbagai jenis," kata Parjo.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Laris Manis

Laris Manis

Sejak Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu menetapkan Pulau Nusakambangan sebagai lokasi eksekusi mati bagi terpidana kasus narkotika, pulau yang di dalamnya terdapat tujuh lapas itu kian terkenal. Banyak warga yang belakangan berbondong-bondong datang ke Dermaga Wijaya Pura.

Meski tak bisa menyeberang ke Nusakambangan, namun mereka tetap antusias ingin mengetahui lebih dekat seperti apa dermaga yang menjadi pos penyeberangan ke 'Death Island' tersebut. Apalagi, di dermaga ini para jurnalis dari berbagai media, baik lokal, nasional, maupun internasional juga sibuk meliput proses pelaksanaan eksekusi mati. Alhasil para warga yang sebagian bukan warga Cilacap itu turut senang melihat proses peliputan awak jurnalis tersebut.

Dalam situasi seperti itu, Parjo dan sejumlah pedagang batu akik mengeruk keuntungan lebih. Sebab, banyak warga, tak terkecuali jurnalis itu sendiri, turut membeli batu akik khas Nusakambangan ini. Ada yang membeli batu yang masih 'mentah', namun tak jarang ada yang memilih batu akik yang sudah jadi cincin.

"Ya alhamdulilah jadi laris manis. Banyak warga yang datang nonton jadi beli. Wartawan saja banyak yang beli. Biasanya yang dibeli mentahan, tapi ada juga yang sudah jadi cincin, jadi tinggal pakai," ucap Parjo.

Ia juga merasa bersyukur dengan adanya proses pelaksanaan eksekusi mati ini. Karena dengan dipilihnya Nusakambangan sebagai lokasi eksekusi mati, banyak orang yang tadinya tidak tahu, menjadi tahu kalau ternyata tanah di Nusakambangan menyimpan beragam batu akik.

"Kalau yang pemain lama batu mungkin sudah pada tahu. Tapi kalau yang pemain baru atau yang awam, jadi tahu kalau Nusakambangan juga terdapat batu akik yang belum tentu ada di tempat lain," kata Parjo. (Oscar Ferri/Ars)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini