Sukses

Marga Alam & Kisah Kebayanya, dari Cibiran hingga Menuai Pujian

Berikut ini kisah desainer fesyen Marga Alam yang pernah mendapat cibiran hingga menuai pujian.

Liputan6.com, Jakarta Kebaya rancangannya yang dilombakan dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Gaun Pengantin Indonesia (APGAPINDO) pada tahun 1995 mendapat cibiran banyak pihak. Pasalnya model kebaya kutu baru yang Ia angkat pada lomba tersebut memiliki sentuhan internasional.

Tak diduga, rancangan kebaya itu berhasil menuai apresiasi juri. Ia meraih juara 2 dan didelegasikan untuk memperebutkan Piala Ibu Tien Soeharto. Di kompetisi tingkat ASEAN ini, Ia sukses meraih Juara I dan Juara Umum. Dari situlah banyak yang kemudian melirik kebaya-kebaya rancangannya, Kebaya Marga Alam.

Marga hijrah ke Jakarta dari Surabaya saat berusia 19 tahun, selepas lulus SMA. Tak tahu apa yang harus dilakukannya di kota metropolitan ini. Yang jelas tujuannya hanya satu, yakni mengangkat derajat keluarga. “Kami bukan dari keturunan berada,” tutur Marga di butiknya di kawasan Tebet saat dikunjungi oleh Liputan6.com pada Selasa 21 April 2015.

Foto: Helmi Afandi

Meski diakuinya bahwa ketertarikan terhadap fesyen sudah muncul sejak SMP, pria kelahiran 17 Maret 1968 ini mengaku tak tahu harus diarahkan ke mana karirnya saat lulus sekolah. Atas dukungan teman-teman, Marga pun menapakkan kakinya ke dunia fesyen. Namun belum sebagai perancang mode, melainkan sebagai model.

Mengenai profesi model yang digelutinya saat itu, Marga bertanya dalam benaknya, “Apakah karir modeling yang waktu saya geluti akan berkesinambungan?” Peraih Top Model Indonesia 1989 itu pun mempertimbangkan keahlian-keahlian yang dimilikinya untuk ditekuni sebagai sebuah profesi.

Selain memiliki skill rancang busana yang didapat dari kursus desain dan dikembangkan secara otodidak, pria kelahiran tahun 1968 ini juga punya keahlian di bidang hair styling. “Saya kemudian bertanya pada beberapa pakar tentang bidang mana yang sebaiknya saya tekuni. Waktu itu saya berdiskusi dengan Peter Sie,” cerita desainer yang pada tahun 2014 menggelar show tunggal pertama bertajuk `Butterfly`.

Foto: Helmi Afandi

Atas saran dari Peter Sie, desainer senior Indonesia yang merupakan salah satu pioneer dunia mode Indonesia, Marga memilih profesi perancang mode sebagai pilihan yang akan ditekuninya. Tahun 1991, Marga bekerja di Rudi Hadisuwarno Bridal. Inilah satu periode yang punya peranan tersendiri bagi diri Marga sebagai seorang desainer.

Ucap Marga, “Di sana saya banyak menimba ilmu tentang rancang busana. Saya jadi melek fesyen dan akhirnya saya jadi cinta pada dunia fesyen”.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Marga dan Kebaya

Marga dan Kebaya

Pada tahun 1997, Marga mendirikan labelnya sendiri. Seiring dengan diikutinya berbagai pameran dan bertambahnya perhatian media pada karya-karyanya, penggemar kebaya Marga semakin bertambah.

Berangkat dari pandangan akan kondisi miris kebaya saat dirinya terjun ke dunia fesyen, Marga punya satu visi tersendiri untuk kebaya. “Pada waktu itu banyak yang enggan memakai kebaya karena terkesan kuno. Saya ingin mengubah pandangan itu,” jelas perancang mode yang menempatkan desainer Ramli – sosok yang memberinya semangat untuk menjadi perancang mode – sebagai guru besarnya.

Dalam mendesain kebaya, Marga menggunakan teknik-teknik, mulai dari cutting hingga pembuatan ornamen yang diciptakan sendiri. Dikatakannya bahwa ia selalu berusaha menghadirkan karakter yang kuat pada rancangan-rancangan simple agar saat dipakai spirit-nya bisa menyatu dengan pemakai.

Foto: MargaAlam.com

Satu kata yang ditekankan oleh Marga dalam proses merancang adalah `ekspresimen`. Baginya, tanpa eksperimen – sebagaimana saat SMP ia senang mengutak-atik seragam sekolahnya – seorang desainer tak akan bisa mencipta karya original dan berciri khas. Sejauh manakah Marga bereksperimen dengan kebaya?

Ditanya soal variasi ekor kebaya atau penambahan jubah di kebaya, Marga menyatakan bahwa hal seperti itu sah-sah saja. “Yang perlu diperhatikan adalah pakem yang tetap dilestarikan dan terlihat dalam desain sebagai identitas kebaya itu sendiri,” ucap Marga.

Foto: Helmi Afandi

Mengenai pemakaian kebaya, beberapa tips diberikan oleh Marga. Yang pertama adalah bahwa warna kebaya perlu dipilih yang sesuai dengan warna kulit. Selain itu, pemilihan desain kebaya juga perlu disesuaikan dengan bentuk tubuh. “Kebaya dapat dipadankan juga dengan elemen daerah asal penggunanya, misalnya dengan songket dan lain sebagainya,” ucap desainer yang berharap agar ia bisa terus berkreasi secara lebih inovatif dan tetap eksis sesuai zaman. (bio/ret)

Foto: Helmi Afandi

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.