Sukses

Tadinya Desainer Alexander McQueen Mau Bunuh Diri di Panggung

Dalam sebuah buku terungkap bahwa desainer Alexander McQueen tadinya berencana untuk bunuh diri saat fashion show berlangsung.

Liputan6.com, Jakarta Di dunia fesyen, nama Alexander McQueen adalah nama besar. Terbukti, label yang ditinggal mati sang desainer karena bunuh diri pada hingga kini masih berjaya di butik-butik kelas atas. Terbayang bagaimana kemewahan yang dinikmati Lee Alexander McQueen atas kesuksesannya di dunia fesyen. Namun semua itu tampaknya bukan tanpa cobaan. Ada alasan tersendiri di balik tindak bunuh diri yang dilakukannya. Sebuah buku biografi Alexander McQueen berjudul ` Alexander McQueen: Blood Beneath The Skin` mengungkap sisi kelam dari hidup desainer asal Inggris itu.

Pada satu titik dalam hidupnya, McQueen berusaha untuk mengubah tampilan. Mendekati usia 30 tahun, ia menjadi semakin tak nyaman dengan bayangan diri yang ia temui di cermin. Salah satu yang menjadi perhatiannya adalah berat badan. Sebagai seorang yang memimpin label ternama, ia merasa bahwa dirinya perlu tampil lebih sleek seperti Ralph Lauren atau Calvin Klein. Segala upaya mulai dilakukannya, mulai dari membenahi gigi, sedot lemak seharga 3 ribu poundsterling (sekitar 57 juta rupiah), melakukan grastric band surgery (operasi untuk membatasi jumlah makanan yang bisa ia makan), dan lain sebagainya.

Dari luar kehidupan McQueen tampak begitu baik. Ia kerap difoto dengan wajah gembira dan mengatakan pada semua orang bahwa tampilannya yang baru itu adalah hasil dari mengkonsumsi makanan sehat, yoga, dan olahraga. Pada tahun 2000, McQueen mendapat kontrak dari Gucci dengan nilai US$ 30 juta (sekitar Rp 379 miliar). Hal ini membuat McQueen menjadi desainer “selebriti” yang mendapat tempat VIP di banyak tempat dan menghasilkan uang yang banyak.

Kekasih prianya saat itu, George Forsyth, bercerita bahwa suatu hari ia terbang dengan McQueen ke New York hanya untuk membeli lukisan Andy Warhol seharga 125 ribu poundsterling (sekitar Rp 2,3 miliar). Desainer kelahiran tahun 1969 itu juga membeli chandelier (lampu gantung) dari hotel Four Seasons Paris yang kemudian ia preteli agar kristal Swarovski di lampu itu bisa jadi hiasan pohon Natal McQueen. Pada satu kesempatan, McQueen dan Firsyth pergi ke Afrika. Di sana pasangan kekasih itu berpesta selama 3 hari dan menggunakan obat terlarang.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Semakin Memburuk

Semakin Memburuk

Sekembalinya ke London, McQueen lepas kontrol. Setiap malam berpesta: alkohol dan kokain juga terlibat. Konsumsi obat terlarang membuatnya menjadi pribadi yang berbeda. Kata seorang temannya bernama BillyBoy, McQueen seperti setan yang berusaha membebaskan diri. Pada sebuah peluncuran majalah, desainer lulusan Central Saint Martins itu mabuk kokain dengan seorang pekerja seks pria dirangkulannya. Dalam kehidupan kerja, ia sering marah, berteriak pada pegawai bahkan melemparkan barang ke mereka. Di rumah McQueen kerap terserang paranoia.

Diceritakan bahwa di rumahnya ia terlihat duduk selama berjam-jam dalam gelap dan dengan camcorder ia berharap bisa merekam hantu. Semakin terpuruk, McQueen kemudian terobsesi dengan kematian. Dalam sebuah show tahun 2007, McQueen menampilkan gambar-gambar tengkorak, darah, hingga majalah Vogue membatalakan rencana mereka untuk mengangkat McQueen dalam sebuah rubrik. McQueen tampak tak peduli lagi dengan kesuksesannya dan semakin tertarik dengan kematian, seperti melakukan rite tentang kematian Marilyn Monroe.

Pada musim semi 2009, McQueen berbicara pada temannya bahwa ia telah mendesain koleksi terakhirnya dan rencananya untuk bunuh di diri saat fashion show berlangsung. Rencananya ia akan menembak dirinya dalam sebuah kotak kaca. Mei 2009, McQueen overdosis obat namun masih bisa diselamatkan. Saat pulih, McQueen meminta tim legalnya untuk mengurus keinginannya menyumbang sebagian besar hartanya pada organisasi Sarabande yang bertujuan membantu desainer muda. Kedua kali overdosis, McQueen juga masih selamat.

Kematian sang ibu pada Februari 2010 karena gagal ginjal membuat McQueen begitu terpukul. Beberapa hari setelahnya, McQueen mengunjungi saudarinya, Jacqui. Jacqui mengatakan bahwa McQueen saat itu begitu berbeda. Seperti anak-anak katanya. McQueen larut dalam pelukan Jacqui. McQueen juga menulis surat pada seorang teman di New York. Ia berterima kasih di surat itu karena merasa pria tersebut sudah menjadi teman yang baik. 11 Februari 2010, McQueen mengambil nyawanya sendiri. Itu adalah sehari sebelum pemakaman ibunya.

McQueen pergi dengan meninggalkan harta senilai 1 juta poundsterling (sekitar Rp 18,8 miliar) dalam bentuk karya seni, lebih dari 6 juta poundsterling (sekitar Rp 113 miliar) dalam bentuk properti, dan saham senilai lebih dari 11 juta poundsterling (sekitar Rp 207,7 miliar). Seperti dilansir dari The Dailymail.co.uk pada Kamis (5/2/2015), kisah hidup Alexander McQueen ini dapat dibaca di buku ` Alexander McQueen: Blood Beneath The Skin ` karya Andrew Wilson yang diterbitkan oleh penerbit Simon and Schuster. Buku ini mulai bisa dibeli sejak 26 Februari 2015 dengan harga 25 poundsterling (sekitar Rp 472 ribu).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini