Sukses

Waduk Jatibarang, Primadona Baru Wisata Semarang

Sebagai destinasi wisata yang tergolong baru, waduk Jatibarang Semarang menjadi primadona para travelers untuk mengisi liburan.

Liputan6.com, Semarang- Sebagai destinasi wisata yang tergolong baru, waduk Jatibarang Semarang menjadi primadona para travelers untuk mengisi liburan. Kombinasi perbukitan, gua alam, dan air waduk memang menawarkan keunikan berbeda dengan obyek wisata waduk lainnya.

Sebelumnya, kawasan seluas 266 hektare ini memang sudah menjadi obyek wisata alam, Gua Kreo. Sebuah gua dengan kedalaman sekitar 100 meter, yang lekat dengan legenda perburuan kayu jati oleh Sunan Kalijaga untuk membangun masjid Agung Demak. Menurut tokoh masyarakat desa Kandri, Kasmani, sejak sebelum dikelola pemerintah kota Semarang, warga kampungnya yang mayoritas petani itu sudah merawat Gua Kreo."Keberadaan gua dan penghuninya itu memang sudah menyatu dengan warga sini," kata Kasmani, Jumat (26/12/2014). 
 
Yang dimaksud dengan penghuni gua adalah komunitas kera ekor panjang (macaca fascicularis) yang memang banyak tinggal disitu. Warga dan kera-kera itu bisa hidup berdampingan dengan damai.
 
Kemudian pada tahun 2010, pemerintah mendapat pinjaman dari Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk mulai membangun waduk ini. Waduk Jatibarang diresmikan penggunaannya pada Mei 2014, bertepatan dengan Hari Air Sedunia oleh Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto (saat itu). 
 
Secara teknis, waduk Jatibarang memiliki kapasitas 20,4 juta meter kubik. Dengan volume air itu maka akan mampu menjadi sumber air baku dengan kapasitas 1.050 meter kubik per detik. pembangkit listrik mikro hidro dengan kapasitas 1,5 megawat. 
 
Badan tubuh bendungan berupa urugan batu berzona dengan inti di tengah, daerah tangkapan 54 km2, luas genangan 184 ha, muka air maksimum : + 155,30, tinggi di atas pondasi : 74 m, elevasi puncak : + 157 m, panjang puncak : 200 m. Pembuatan system pengambilan (intake) dengan tipe pengembilan miring sistem pengambilan menggunakan struktur pipa baja yang ditanam 1,4 di dasar terowongan.
 
Kasmani menjelaskan bahwa pembangunan waduk itu tidak otomatis menenggelamkan gua Kreo. "Bahkan gua yang ada di bukit itu dibiarkan menjadi semacam pulau di tengah waduk. Untuk menuju gua, ada sebuah jembatan yang membelah Waduk dan menghubungkan ke Goa Kreo," katanya.  
 
Suasana nyaman dan segar ditawarkan. Mulai dari angin yang lebih sering bertiup lembut, suara gemericik air. Sungguh suasana yang menyenangkan dan instagramable."Kalau musim liburan seperti ini, sangat ramai. Suasananya jadi terasa gaduh," kata Agus, salah satu petugas.
 
 
Kegaduhan pengunjung kadang juga dipancing dengan pagelaran musik dangdut yang diselenggarakan pengelola, dalam hal ini Dinas Pariwisata Kota Semarang.
 
Meski demikian, hal itu tak mengurangi keasyikan. Tentang kera ekor panjang, sangat berbeda dengan kera yang ada di Sangeh. Jumlah kera yang terdata saat ini masih ada sekitar 400-an ekor. Tenang saja, kera-kera itu jinak dan tidak senakal kera-kera Sangeh. "Kalau dulu, ada pawangnya dari kampung ini. Namanya mas Kasri. Tapi sekarang sudah jinak-jinak kok," kata Kasmani yang pernah bekerja sebagai pengelola gua Kreo saat masih menjadi PNS Diparta. 
 
Kera-kera itu hanya mengikuti para pengunjung yang terlihat membawa makanan. Namun mereka tak berani merebut.Saat siang hari, kera-kera itu berkumpul berkelompok dan turun untuk minum. Saat seperti ini merupakan saat tepat bagi para pengunjung untuk bermain-main dengan kera, yakni membagikan makanan. Tenang saja, warung-warung yang ada di areal parkir banyak menjual makanan seperti kacang, jagung, ketela yang bisa diberikan kepada kera-kera ini.
 
Ditambahkan oleh Kasmani, jika dicermati, kera ekor panjang di waduk Jatibarang atau gua Kreo ini ada empat macam, berdasar warna bulunya."Jadi ada yang merah, kuning, hitam, dan putih. Meski warna-warna itu tak setegas warna primer, namun ada empat variasi warna bulunya," kata Kasmani.
 
Untuk mencapai gua Kreo atau Waduk Jatibarang ini jalanan sudah bagus dan halus. Sepanjang perjalanan yang naik turun dan berkelok bisa dilalui bus ukuran besar.
 
Tiket masuk saat hari biasa dipatok Rp 4 ribu. Namun ketika peak season dinaikkan menjadi Rp 5 ribu. Tiket itu belum termasuk parkir, yakni sepeda motor Rp 2 ribu dan mobil Rp 3,5 ribu.
 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini