Sukses

Membacem Lebih Praktis dengan Bango Bumbu Bacem

Brand bango luncurkan Bango Bumbu Bacem yang membuat menu bacem jadi lebih praktis untuk dibuat.

Liputan6.com, Jakarta Bacem tempe, bacem tahu, bacem ayam, 3 jenis bacem yang dinikmati hadirin bersama praktisi kuliner Sisca Soewitomo, pengamat kuliner Odilia Winneke, dan Senior Brand Manager Bango PT Unilever Indonesia Nuning Wahyuningsih di restoran eksklusif Kembang Goela pada Kamis, 11 Desember 2014. Tampilan bacemnya tidak terlalu hitam dan bacem-bacem tersebut terasa selazimnya bacem-bacem pada umumnya (dalam versi yang rasa manisnya `light`).

Bila tak ada penjelasan tentang bagaimana bacem itu dibuat, tak akan terkira bahwa menu yang disajikan itu dibuat dari bumbu jadi dalam kemasan sachet. Resmi pada hari itu, Bango (label yang terkenal dengan produk kecapnya) meluncurkan 2 varian Bango Bumbu Bacem, yakni untuk membuat ayam goreng bacem dan tempe-tahu bacem. Sebuah tarian tradisional mengawali prosesi peresmian tersebut.

Satu kemasan bumbu ayam goreng bacem dapat digunakan untuk membacem satu ayam kampung atau setengah ayam negri (500 gram). Untuk bumbu tempe-tahu bacem, satu kemasannya bisa untuk membacem satu papan tempe atau satu kantong tahu (500 gram).Seperti dipraktikkan langsung oleh Ibu Sisca, olahan bacem menggunakan bumbu kemasan ini jadi lebih praktis. Campuran 1 sachet bumbu dengan 500 mililiter air digunakan untuk merendam tempe, tahu, atau ayam.

“Rendam tempe, tahu, atau ayam hingga tertutup air seluruhnya. Masak dengan api kecil hingga air susut atau habis. Goreng bahan-bahan itu sebentar saja,” jelas Ibu Sisca tentang cara membuat kuliner yang populer di Jawa Tengah itu. Proses memasak bahan berendam air bumbu dengan api kecil secara perlahan inilah yang disebut dengan membacem atau bacem. Diterangkan oleh Ibu Odilia sebagai pengamat kuliner bahwa sedari asalnya, kata ` bacem` memang berfungsi sebagai kata kerja.

Proses membacem ini, seperti dijelaskan oleh Ibu Odilia,  tergolong sebagai slow cooking. Juga disebut dengan istilah low-temperature cooking, teknik ini sudah dikenal sejak lama dalam peradaban manusia. Jenis teknik serupa di dunia kuliner Prancis disebut dengan istilah `Sous Vide` dan di Amerika teknik serupa dieksekusi menggunakan alat bernama `Slow Cooker`.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tentang Membacem jadi lebih Praktis

Tentang Membacem jadi lebih Praktis

Secara tradisional, prosedur membacem melibatkan proses menakar bumbu, sangrai ketumbar, dan ulek bumbu untuk dijadikan air rendaman. Menurut survey yang dilakukan oleh brand Bango, rangkaian proses ini kerap membuat orang-orang malas membuat menu bacem sehingga menu ini jarang dibuat sendiri di rumah. Tak ingin menu bacem semakin `ditinggalkan`, brand Bango dalam misinya melestarikan warisan kuliner Nusantara menghadirkan Bango Bumbu Bacem ini.

“Kami harap agar Bango Bumbu Bacem ini membuat menu bacem tak lagi enggan dibuat di rumah karena dengan bumbu ini proses membuat menu bacem jadi lebih praktis. Dengan demikian, bacem sebagai menu tradisional Nusantara tetap terlestarikan” ucap Nuning Wahyuningsih, Senior Brand Manager Bango PT Unilever Indonesia.

Bicara tentang kepraktisan hasil olah teknologi canggih dalam kaitannya dengan pelestarian budaya tradisional, hadir pertanyaan: Apakah proses lebih ringkas dalam membuat bacem dari penggunaan bumbu hasil teknologi canggih itu memang dapat disebut sebagai upaya pelestarian? Atau justru merupakan  bagian dari kepunahan proses membacem otentik (termasuk di dalamnya proses mengolah bumbu mentah) sebagai satu warisan budaya?

Merujuk pada kehadiran komposisi bumbu bacem pada produk tersebut serta cara aplikasinya yang tetap dibuat sebagai bahan rendaman , ibu Odilia menilai bahwa produk kemasan ini tak membuat proses olah menu bacem keluar dari konsep membacem itu sendiri. “Yang penting bumbu-bumbu yang digunakan di produk ini sesuai resep dan penggunaannya melibatkan proses membacem atau merendam itu sendiri,” ungkap ibu Odilia.

Identitas satu produk budaya di mana produk itu melibatkan berbagai elemen mulai dari bahan, teknik, dan hasil akhir, memang bukan satu hal yang simple untuk didiskusikan. Jelas berbeda antara mengulek dan memblender (menggunakan alat modern blender), atau juga mengaduk dengan sendok dan mengaduk dengan alat modern mixer. Namun apakah variasi teknik kuliner dengan bantuan alat yang lebih canggih serta merta mengubah identitas sebuah masakan tradisional menjadi masakan modern?

Bahasan tentang identitas produk budaya dalam proses pergerakan kebudayaan perlu dibahas secara terpisah. Namun tentang kekhawatiran produk semacam ini akan membuat proses otentik dari pembuatan kuliner bacem tjadi punah tampaknya bisa disangsikan dasarnya. Selama ini respons manusia dalam menyikapi arah maju perkembangan teknologi tidak lah linear. Terbukti bahwa seni lukis tak mati dengan kehadiran kamera, dan kamera analog tak ditinggalkan meski hadir kamera digital muncul. Tampaknya selalu tersedia ruang di otak manusia untuk mengapresiasi romantisme kekunoan dari berbagai hal yang ada di kehidupannya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini