Sukses

Pompaura Posunu Rumpu, Ritual Adat Suku Kaili Menolak Bala

Suku Kaili di Palu masih menjalankan ritual adat Pompaura Posunu Rumpu, ritual menolak bala.

Liputan6.com, Palu Pompaura Posunu Rumpu adalah salah satu ritual adat yang dilaksanakan secara turun temurun oleh masyarakat Suku Kaili yang bermukim di lembah Palu atau Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Tidak hanya Suku Kaili, warga Kelurahan Lasoani, Kecamatan Mantikulore terutama di lingkungan II Mebere kelurahan tersebut pun hingga kini masih menggelar prosesi yang sangat sakral dan penuh dengan nilai-nilai spiritual ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 7 halaman

Arti Pompaura Posunu Rumpu

Pompaura artinya (dalam bahasa Indonesia) mengembalikan. Posunu artinya menggeser, menyingkirkan atau membersihkan, dan Rumpu artinya rumput atau kotoran. Pompaura Posunu Rumpu bisa diartikan menyingkirkan atau membersihkan kotoran atau rumput dan mengembalikan kepada pemiliknya.

Menjadi keyakinan masyarakat suku Kaili bahwa segala macam bencana alam, wabah penyakit, dan hal-hal buruk yang dialami umat manusia berasal dari yang maha kuasa. Dan ini tidak lepas dari perbuatan manusia itu sendiri. Keserakahan, kesombongan, ketidak pedulian pada alam dan lingkungan serta berbagai sifat-sifat buruk lainnya.

3 dari 7 halaman

Tolak Bala Juga Tolak Sial

Upacara adat ini bertujuan membersihkan Kota Palu khususnya Kelurahan Lasoaini dari hal-hal buruk, tolak bala, tolak sial dan yang lainnya. Tempo dulu, upacara adat ini menjadi event tahunan, dilaksanakan dua kali dalam setahun oleh setiap kelurahan atau kampung, yakni di awal tahun dan di akhir tahun.

Pelaksaanaan upacara adat Pompaura Posunu Rumpu di awal tahun dalam rangka merespons atau menyambut perubahan cuaca timboro atau timur. Dan di akhir tahun untuk menyambut perubahan cuaca bara atau barat.

"Diyakini dengan dilaksanakannya upacara adat pompaura dua kali dalam setahun warga akan terhindar dari segala macam bencana alam, seperti banjir, kekeringan, termasuk wabah penyakit dan berbagai hal-hal buruk lainnya," kata Pemangku Adat Suku Kaili Kelurahan Lasoaini, Baharuddin Parisele disela-sela pelaksanaan ritual, belum lama ini.

Melalui ritual adat ini seluruh warga suatu kelurahan memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, agar dihindarkan dan dilindungi dari pelbagai macam bencana dan marabahaya.

4 dari 7 halaman

Dilaksanakan Secara Berurutan oleh Setiap Kampung

Pada masa lalu, ada kesepakatan tidak tertulis dari setiap komunitas yang ada di masing-masing kampung, untuk Pompaura Posunu Rumpu dilaksanakan secara berurutan oleh setiap kampung, mulai dari komunitas yang bermukim pegunungan sampai komunitas yang bermukim di lembah.

"Sebagai contoh di bagian timur Kota Palu Pompaura Posunu Rumpu terlebih dahulu dilaksanakan oleh Kampung Kapopo atau sekarang menjadi Ngatabaru, Kawatuna, Lasoani begitu seterusnya hingga terakhir dilaksanakan di Kampung Besusu atau sekarang di Kelurahan Besusu, Kecamatan Palu Timur," tuturnya.

Di masa kini Pompaura Posunu Rumpu sebagian besar sudah ditinggalkan, tidak lagi dilaksanakan. Tersisa beberapa kelurahan atau kampung saja yang masih eksis melaksanakannya, itupun hanya oleh sebagian kelompok yang masih meyakininya. Salah satunya di Kelurahan Lasoani.

5 dari 7 halaman

Pelbagai Tahapan Prosesi Adat

Secara garis besar, permohonan kepada yang maha kuasa diwujudkan dengan pelbagai tahapan prosesi adat. Dalam pelaksanaan upacara adat yang pimpin oleh seorang tokoh adat yang dikenal dengan istilah Tolanggara.

Mulai dari persiapan hingga pelaksanaan juga tergambar jelas semangat kekeluargaan, kebersamaan, dan gotong royong. Biaya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan upacara adat ini ditanggung bersama (swadaya). Setiap warga yang datang ke tempat pelaksanaan upacara adat lengkap dengan barang bawaan atau yang lebih dikenal istilah Taki.

Yakni dalam bentuk nasi yang direbus daun pisang, dan bahan makanan lainnya. Taki juga bisa dalam bentuk bahan makanan seperti beras, gula pasir, dan kopi atau teh, singkong, pisang, dan lain sebagainya.

"Bagi warga yang punya kemampuan lebih, bisa membawa ayam dan kambing. Namun, tidak ada kewajiban, semua tergantung kerelaan atau kemampuan masing-masing. Sebagian dari barang bawaan ini kemudian dijadikan sesaji. Sisanya disantap bersama usai prosesi adat," jelas Baharuddin.

6 dari 7 halaman

Dua Kali Dalam Satu Tahun

Upacara adat Pompaura Posunu Rumpu dilaksanakan dua kali dalam satu tahun, di awal dan di akhir tahun. Pelaksanaannya Kamis sore hingga malam hari (malam Jumat,red). Antara upacara adat pertama dan kedua dilaksanakan paling lambat enam bulan (dalam satu kelurahan atau kampung). Di awal tahun 2014 lalu, Pompaura Posunu Rumpu di Kelurahan Lasoani, telah dilaksanakan pada bulan April 2014 lalu.

Seminggu sebelumnya, prosesi Pompaura Posunu Rumpu dilaksanakan prosesi menau atau meminta izin kepada leluhur. Prosesi ini belum melibatkan orang banyak, biasanya hanya dilaksanakan oleh Tolanggara, yakni dengan mempersembahkan sesaji untuk para leluhur.

Pelbagai peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan prosesi adat ini, seperti alat musik gimba, gendang, aneka sesaji, janur kuning, sambulu gana, dan lana fongi atau air suci tak luput untuk dipersiapkan. Lana fongi terdiri dari aneka dedaunan yang dicampur dengan air.

Sesaji berupa nasi yang direbus dibungkus daun pisang, telur ayam, ayam bakar dan atau uta dada, serta sambulu gana yang terdiri dari kapur, siri pinang, gambir dan tembakau juga dapat dijumpai saat prosesi ini digelar.

"Sebelum prosesi dilaksanakan vunja yang terbuat dari batang bambu bersama dengan ranting-rantingnya untuk disiapkan. Nantinya vunja menjadi tempat untuk menggantung jenis sesaji tertentu seperti ketupat, telur ayam, jagung tongkol," urai Baharuddin.

7 dari 7 halaman

Ritual Adat Sangat Sakral

Bagi masyarakat Kaili Pompaura Posunu Rumpu adalah salah satu ritual adat sangat sakral dan penuh dengan nilai-nilai spiritual. Mengawali pompaura, gimba atau gendang ditabuh oleh penabuh yang dikenal dengan istilah bule.

Tabuhan gendang ini juga bertujuan untuk memanggil warga agar segera berkumpul di tempat pelaksanaan upacara. Tabuhan gendang yang khas ini bisa menggerakan warga untuk datang di tempat pelaksanaan upacara adat ini sambil menari. (Dio Pratama/Ars)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini