Teras Budaya Jadi Pemenang Lomba Desain Penataan Malioboro

Liputan6.com, Yogyakarta Satu tim yang terdiri dari mahasiswa UGM memenangi desain Sayembara penataan kawasan Malioboro yang bertema Teras Budaya. Sayembara yang digelar oleh Pemda DIY berhasil mengumpulkan lima nominasi dari 93 karya yang masuk.

Ketua tim Teras Budaya Ardiyasa Fabria Gusma mengatakan, ide penataan kawasan Malioboro yang diangkat timnya berasal dari filosofi hubungan antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan ruang. Dari filosofi tersebut timnya mulai menggagas penataan kawasan Maliboro melalui sayembara desain penataan kawasan Malioboro.

"Teras budaya ini konsepnya dari asumsi Imanensi dan Transidental. Transidental adalah hubungan antara Tuhan dengan manusia. Imanensi itu antara Manusia dengan ruang. Karena Malioboro ini adalah ruang jalan maka kami turunkan dengan teras budaya," ujar Ardi saat di hotel Grage Yogyakarta, Selasa (10/06/2014).

Sayembara desain penataan kawasan Malioboro ini memiliki empat syarat utama yaitu pemahaman sejarah, ide, hubungan ide dan filosofis dan keempat presentasi.

Ardi, mahasiswa S2 Arsitektur UGM Magister Design Kawasan Binaan (MDKB) ini menjelaskan, dalam lomba desain Penataan Kawasan Malioboro ini ada 31 poin perencanaan dimulai dari titik Monumen Tugu hingga Titik Nol KM.

Penataan juga melihat keinginan dari penghuni kawasan Malioboro dengan observasi ke lapangan. Sehingga penataan juga untuk melihat kebutuhan pedagang kaki lima Malioboro. Bahkan penataan kawasan dilakukan di beberapa bangunan cagar budaya.

"Teras budaya kami jabarkan lagi menjadi 31 item perencanaan. Pertama dari titik-titik tugu kita sesuaikan dengan diorama tugu. Kedua sistem karena ini adalah kawasan maka kita perkuat pada sistem. Kalau kita bicara soal perencanaan, setiap penggal jalan kita banyak sekali perencanaan. Jadi aspirasi masyarakat juga kita tampung," ujar Ardi yang tesisnya tentang penataan Malioboro.

Ardi menjelaskan desain Teras Budaya dibuat selama 1 bulan dengan persiapan selama 2 bulan. Ia mengaku tidak ada kesulitan dalam menjabarkan simbol-simbol budaya dan filosofi karena tesis kuliahnya juga bertemakan penataan kawasan Malioboro.

"Teras itu halaman depan kraton. Yaitu sepanjang Jalan Pangurakan hingga Jalan Margo Utomo. Kita bagi menjadi lima titik yaitu kawasan Tugu, depan KR, depan Ketandan, Titik nol dan Alun-alun," ujar Ardi.

Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral DIY, Ir. Rani Sjamsinarsi, mengatakan tim Teras Budaya memang sangat kuat dalam mengangkat filosofi budaya yang terpapar dalam desain. Sementara saat melihat tim yang lain, dirinya tidak menemukan filosofi di balik penataan kawasan Malioboro.

Desain yang berhasil keluar sebagai pemenang tidak serta merta langsung menjadi desain pasti penataan kawasan Malioboro, tetapi menjadi rujukan dalam pembangunan Malioboro yang dimulai tahun ini.

" Saya sangat terinspirasi dengan karya yang ada. Sebenarnya ide dari Gubernur Ngarso Dalem (Sultan) nanti kita bagi tugas dengan dinas yang lain. Ini tidak lalu juara satu kita implementasikan juga tidak. Ini jadi Grand Design namun kita masih ada satu tahap lagi tugas saya agar desain ini jadi karya besar. Masih akan kita bahas di internal. Intinya portal ada di kami Pemda DIY kita concern terhadap penataan Malioboro," ujar Rani.

Dari 93 karya ada 5 karya nominasi terbaik yang menjadi pemenang lomba desain penataan kawasan Malioboro. 5 karya itu antara lain Teras Budaya juara 1, tema Mlampah-mlampah juara 2, tema Integrasi Malioboro juara 3, tema Ngewongkake Malioboro juara 4 dan Malioboro As Festival-Play-Scape juara ke-5. Pemenang lomba design penataan kawasan Malioboro ini Juara 1 mendapat hadiah 100 juta. Juara 2 dapat 70 juta, juara 3 mendapat hadiah 50 juta, juara ke 4 dapat 30 juta dan juara 5 mendapat 20 juta.(Fathi Mahmud/Ars)