Sukses

Desainer Sapto Djojokartiko Pernah Bekerja pada Oscar Lawalata

Selama 2 tahun bekerja pada Oscar Lawalata, sang kakak kelas di ESMOD, Sapto mengaku mengalami banyak proses saling belajar dengan Oscar.

Liputan6.com, Jakarta Menampilkan koleksi di sebuah fashion week tentu menjadi impian bagi para desainer. Mimpi ini sudah terwujud di kehidupan desainer Indonesia, Sapto Djojokartiko. Koleksi Sapto Djojokartiko tampil pada prime show Indonesia Fashion Week pada Sabtu malam, 22 Februari 2014.

Fashion show tersebut disaksikan oleh taburan selebriti. Artis cantik dan berbakat, Dian Sastro Wardoyo, menjadi salah satu bintang yang menyaksikan koleksi Sapto di kursi jajaran depan.

Jarak antara mimpi dan kenyataan dapat terhubung dengan sebuah jembatan bernama kerja keras dan ketekunan. Pada Rabu 19 Maret 2014, liputan6.com berkesempatan untuk mewawancarai Sapto Djojokartiko di studionya yang terletak di daerah kebayoran baru, Jakarta.

Mengenakan kaos dan denim, desiner yang lahir di kota Solo ini memulai ceritanya suksesnya sebagai seorang desainer dari masa yang jauh di belakang. Sapto Djojokartiko lahir di kota Solo, Jawa Tengah.

Awal Mula Tertarik Fashion

Sejak usia 10 tahun, ketertarikannya terhadap dunia fashion sudah mulai tampak. “Sejak usia 10 tahun, saya senang menggambar sketsa baju. Jika diajak Ibu pergi ke pesta pernikahan, saya senang memperhatikan gaun yang dikenakan pengantin,” kenangnya tentang minat fashion yang tumbuh sedari kecil.

Pada usia tersebut, Sapto juga sudah senang membaca majalah fashion. Ia menyukai ilustrasi-ilustrasi fashion yang digambar oleh desainer ternama Indonesia Sebastian Gunawan di sebuah majalah. Kegemarannya membuat sketsa busana disalurkannya dengan mengikuti lomba sektsa fashion saat menduduki bangku SMA.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Karirnya Dimula dengan Bekerja pada Oscar Lawalata

Bekerja pada Oscar Lawalata

Ketertarikan Sapto terhadap dunia fashion yang sudah tumbuh begitu kuat membuatnya memutuskan untuk mengejar impiannya di dunia fashion setelah lulus dari SMA. Langkah yang ditempuhnya ialah meninggalkan kota kelahirannya untuk pindah ke Jakarta.

Ketidakmampuan finansial untuk mengambil pendidikan desain fashion tidak membuatnya patah arang untuk mengejar impiannya menjadi seorang desainer. Melalui perjuangan yang keras, Sapto berhasil mendapat beasiswa dari sekolah desain fashion Esmod.

Dengan ketekunan menempuh penddidikan di sekolah tersebut, Sapto Djojokartiko berhasil lulus dengan predikat The Best pattern Maker. Lulus dari sekolah mode bergengsi itu, Sapto mendapat pekerjaan di Bali sebagai Costume Designer di sebuah hotel. Ia bertugas untuk merancang kostum-kostum yang akan digunakan pada acara-acara pertunjukkan di hotel tersebut.

Dipandang tak sesuai dengan impiannya menjadi desainer fashion, pekerjaan tersebut ditinggalkan setelah dilakoninya selama 4 bulan. Sekembalinya di Jakarta, Sapto kemudian bekerja dengan desainer Oscar Lawalata yang merupakan kakak kelasnya sewaktu menempuh pendidikan di Esmod.

 

Selama 2 tahun bekerja pada Oscar sang kakak kelas, Sapto mengaku mengalami banyak proses saling belajar dengan Oscar yang kala itu juga masih baru dunia industri fashion. Berbekal pengalaman dan pendidikan yang dimilikinya, Sapto mulai memberanikan diri untuk menawarkan rancangan-rancangannya sendiri pada berbagai rumah produksi untuk keperluan syuting video klip.

Dengan cara tersebut, para insan dunia hiburan mulai mengenal Sapto Djojokartiko. Bersama dengan temannya pada tahun 2003 Sapto mendirikan sebuah label fashion. Memasuki 4 tahun berpartner, ketidaksepahaman akhirnya mengakhiri kerja sama tersebut. Label Sapto Djojokartiko lahir pada tahun 2007.

 

Saat karyanya mulai dikenal

Pada mulanya karya-karya Sapto dapat diperoleh hanya dengan cara memesan. Pada perkembangannya, Sapto menghasilkan koleksi ready-to-wear yang siap beli. Koleksi ready-to-wear pertama muncul pada tahun 2010. Produksi koleksi ready-to-wear vakum selama dua tahun dan muncul kembali pada tahun 2012.

Pengalaman ini membuka mata Sapto bahwa memasarkan koleksi ready-to-wear tidak semudah teknik pembuatannya. Penjualan yang sangat sedikit menjadi pengalaman yang dikenyam dari dunia industri fashion. Sapto mengaku bahwa memang tidak mudah untuk dapat memprediksi selera para konsumen.

Pengalaman-pengalaman ini dijadikannya pelajaran untuk terus berkiprah di dunia Fashion. Sedikit demi sedikit Sapto beserta timnya berupaya agar produksinya tetap berlanjut hingga akhirnya ia sampai di posisinya kini. Selain membuat koleksi ready-to-wear, Sapto Djojokartiko juga membuat koleksi couture dan bridal.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.